Tiga kali ke Makassar, baru ingat kalau warung kopi Phoenam itu ada di kota ini. Seingatku, aku di Medan. Itupun diingatkan oleh Mbak Sinta waktu secara kebetulan ketemu di dunia chatting.
Aku ingat, dari dulu kala aku ingin ke Makassar dan merasakan enaknya kopi Phoenam. Sebagai makanannya adalah Roti Kayya. Artinya, roti bakar yang diolesi dengan selai kayya. Rasa yang benar-benar khas Tionghoa. Kebiasaan minum kopi dan sarapan roti kayya itu tidak saja ada di Makassar, akan tetapi Tionghoa di Medan, di Singapore dan di Malaysia. Kalau sarapan pagi, biasanya disediakan juga telor ayam setengah matang, dan makannya ditaburi dengan merica.
Ohya, kembali ke kopi Phoenam. Kalau tidak salah, ada beberapa warung kopi Phoenam. Ada yang di Jalan Jampea, di Pecinan, lalu di belakang hotel Blouvard Panakukang, dan satunya di mall Panakukang. Yang pertama ada di Jalan Jampea. Kopi Phoenam, konon didirikan pada 1946. Jadi, setahun sejak Indonesia merdeka. Karena di Jampea ini adalah pusatnya, di sini kita bisa membeli racikan kopi yang telah ditumbuk, teh, atau bahkan beli selai kaya. Untuk pengolahan kopi bisa menjadi seenak itu, konon air kopi direbus di seng tembaga, sampai melimpah ruah airnya, baru disaring dan disajikan kepada tamu. Aromanya tapi tidak hilang.
Di Makassar, atau di daerah-daerah lainnya, kopi menjadi bagian dari masyarakat. Sebagai sarana bersosialisasi. Kata kenalanku, disana, semua lapisan masyarakat berkumpul disana. Baik pengusaha, tokoh masyarakat ataupun orang partai politik. Tidak ketinggalan juga para wartawan. Warung kopi adalah tempat bagi orang-orang untuk mengetahui isu-isu menarik dan isu-isu yang sedang hangat di masyarakat.
Kalau di Jawa, kebiasaan minum kopi atau warung kopi tidak seperti di luar Jawa seperti Makassar, Aceh ataupun Medan. Akan tetapi, di sekedar warung saja. Nah, di warung itu disediakan kopi. Tapi, tidak ada yang khas dengan kopi itu. Tidak ada warung tradisional yang namanya sampai mengharum ke seantero negeri. Dalam konteks ini, aku bicara lebih pada Jawa Timur. Kalau di Jatim, kebanyakan warung kopi itu di pinggiran jalan. Mungkin, ada satu dua yang ada sejak dulu. Seperti warung Bakoel Kopi yang ada di Jakarta. Mereka mungkin telah ada sejak beberapa waktu yang lalu. Mengolah kopi sendiri, dan menjadikannya sebagai brand tersendiri.
Oh, I love coffee. My room now, smells like coffee.
Thursday, 11 June 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment