Sunday 29 November 2009

My Retreat

Kamis

Bangun tidur dengan kepala sangat berat dan perasaan tidak enak. Rasa ini membuatku membatalkan niat puasa sekalligus tidak pergi ke gym untuk morning training. Kamis, biasanya adalah hari aerobik semi yoga. Hari itu, aku juga tidak ke kantor. Ruteku hari itu, hanya kos-warnet-kos. Kalau cek email bisa dari HP, tapi entah aku ingin ke warnet. 

Sisa hari lainnya, aku habiskan dengan membaca Lembah Abadi (Eeuwige Vallei), kumpulan puisi "perjalanan" Sitor Situmorang. Hadiah Lebaran dari seorang teman. Puisi itu menandai ulang tahun ke-80 Sitor Situmorang. Jadi, ingat dalam tradisi Belanda (Sitor beristrikan orang Belanda, Barbara Brower), 80 tahun dianggap sebagai tahapan usia yang penting. Mereka akan mendapatkan 80 bunga mawar (tachtig rozen). Dengan berusia 80 tahun, seseorang dianggap telah menjalani semua kesempurnaan hidup. 

Malamnya, aku mendapatkan maag-ku kambuh. Hebat sangat.

Jum'at

Bulik Surip pulang ke Tulungagung. Zalini dan Ayuni pergi ke Jogjakarta. Praktis, tinggal M dan aku di rumah. Itupun, kita seperti hidup di dunia berbeda. M di rumah induk, dan aku di pavilliun. 

Hari itu, mendung sejak pagi. Yang aku lakukan adalah meneruskan membaca buku Sitor. Agak susah paham juga. Karena memang dari awal, aku tidak terlalu paham puisi. Tetapi, bahasa Belanda-nya lumayan. Bisa, sambil memperdalam pengertian bahasa Belanda ini dan itu kalau di puisi. 

Perutku masih sangat sakit hari itu. Kepalaku juga masih sangat pusing, dan disorientasi. Hati masih mendung, semendung cuaca di luar. Matahari baru tampak cerah di sore hari. 

Sabtu
Retreat di hari ketiga. Akhirnya, sudah mulai melihat dunia luar. Pagi-pagi, pergi ke gym. Latihan sampai dengan jam 10. Lalu, terus berbelanja kecil di Superindo. Yah, boodschappen doen seperti biasanya. Membeli kebutuhan dapur dan kulkas. 

Seorang teman menelpon di sore hari, mengajak menonton New Moon. Aku sebenarnya tidak menolak. Tetapi, menolak untuk antri tiket. Kalau dia mau, dia yang mengantri tiket. Dan, dia tidak keberatan. Hari ini, aku lebih banyak membaca Unlikely Destinations. Bagaimana suka dan duka Tony dan Maureen Wheeler membangun The Lonely Planet, seluk beluk bisnis mereka, hubungan mereka dengan para penulis dan sebagainya. 

Akhirnya, si teman tidak dapat tiket. Dan, kebetulan, malam minggu hujan sangat deras. Sampai, jam 8 malam, aku baru sadar, kalau air mau masuk rumah. Akhirnya, tidur lebih awal, dan tidak sempat menyalakan laptop. Malam aku mimpi agak aneh. Entah, mimpi apa itu. Mungkin, pengaruh otak yang kacau.

Minggu
Hari Minggu, pagi dengan kepala yang cerah. Ada semacam satu insight baru. Jam 5 sudah bangun, tetapi ketiduran kembali. Jam 7 baru bangun 100 persen. Lalu, sarapan roti gandum yang rasanya kok menjadi agak aneh ya? Minum teh madu, dan berangkat ke gym lagi. Jam 12.30 baru cabut dari gym, dan terus berselancar ke dunia maya. Sampai jam 2. 

Dan, sekarang, sudah kembali ke dunia nyata. Duduk di sebuah warung kopi, menunggu teman. Seperti biasa, temanku yang satu ini selalu telat....

Entahlah, besok apa lagi yang terjadi dalam hidupku. Aku tidak tahu. Hanya, aku harus menghadapinya dengan berani. 



Friday 13 November 2009

It Is Cloudy In Surabaya

Hari ini, Ahmad Yani mendung. Tetapi, belum tampak tanda-tanda langit akan memutahkan tangisnya.

Tadi pagi masih panas. Gerah. Bahkan, ketika bangun tidur gerah sudah tidak terelakkan. Hujan memang datang telat tahun ini.

Mengapa hujan selalu dirindukan?
Karena hujan membawa kesejukan.
Karena hujan membawa bau tanah.
Karena hujan membawa kesuburan tanah.

Mengapa hujan tidak diinginkan?
Karena hujan selalu membawa persaan gloomy dan sedih.
Karena hujan selalu kelabu.
Karena hujan, kadang membawa banjir.

Tapi, saat ini, aku mengingkan hujan.
Untuk membasuh habis kemarau panjang.
Untuk membasuh habis semua dosa-dosa.

Karena aku tetap tahu, dalam hujan selalu ada kesejukan.

Wednesday 11 November 2009

Tales of Our Friendship

Last night, I went online. Coincidentally, Bebe and Tika were online too. Sudah lama aku tidak online dengan mereka berdua. Bebe sedang menapaki kehidupan sebagai pelajar di Essex University (UK). Selain itu, ada perbedaan waktu tujuh jam. Tika sibuk dengan virtual farming-nya. Sepertinya dia online, tetapi tidak pernah membalas kalau disapa. Akhirnya, kita mengobrol tentang banyak hal. Biasalah, cewek pasti bergosip. Tentang kehidupan baru Bebe di Essex, tentang kuliahnya, tentang teman-teman di flat dia. Dan, tentu saja tentang siapa yang keren di kampusnya. Juga tentang Surabaya, tentang Jakarta dan kehidupan pribadi kita masing-masing. Begitulah, akhirnya kami mengobrol beberapa lama. Bisa mengobati kerinduan kepada mereka. Terakhir kali kami bertiga berkumpul Agustus 2008. Ketika itu Bebe dan aku transit perjalanan kita ke Bangkok.

Delapan tahun yang lalu, aku mulai mengenal baik keduanya. Benecia Eriana Magno (Bebe) dan Kartika Candra (Tika). Mereka berdua bershio ayam dan aku bershio monyet. Artinya, aku yang tertua. Tika menjadi yang termuda, karena dia lahir di bulan Agustus dan Bebe lahir di bulan Januari.

Dari list banyak teman di dunia ini, mereka menempati list yang “paling yang dirindukan”.

Baiklah, aku mulai perjalanan dengan Bebe. Bebe adalah satu tahun lebih senior dibandingkan aku. Tetapi, dia lebih muda daripada aku. Pertemuanku dengan Bebe waktu itu di gazebo FISIP. Kalau tidak salah 2001. Ketika itu, dia baru saja kembali dari bangku kuliah paska referendum di Timor Leste. Dia memilih melanjutkan kuliahnya di Universitas Airlangga dibandingkan menjadi diplomat karier kala itu. Padahal, dia sudah terpilih dan siap-siap untuk ditempatkan. Bertahun kemudian, aku tanya alasan dia untuk memilih kembali ke Unair daripada menjadi diplomat, dan apakah dia tidak menyesal. Dia bilang tidak. Keinginannya waktu itu hanya melanjutkan kuliah. “Kalau aku tidak kembali ke kampus, aku kan tidak akan bertemu dengan Tika dan kamu”. Kita mulai dekat ketika dia memberiku tais. Yaitu, selendang khas Timor Leste. Setelah itu, kita menjadi sering ngobrol dan ternyata kita tertarik dengan hal yang sama, sastra. Begitulah, akhirnya kita menjadi dekat.

Sekarang dengan Tika. Kalau Bebe adalah kakak kelasku, Tika adalah adik kelasku. Kita mulai dekat pada 2002. Waktu itu, dia dan dua orang temannya sedang mempersiapkan makalah untuk dibawa ke pertemuan nasional. Seorang teman dan aku mereview tulisan mereka. Tapi sering aku coret disana dan disini plus omelan dari aku. Sok banget waktu itu, hehehe. Akhirnya, kita menjadi dekat juga, karena kita juga sama-sama tertarik dengan sastra! Tika punya catatan tersendiri bagaimana dia dekat dengan Bebe. Ketika kita mulai dekat itu, aku sudah agak jarang ke kampus. Lebih banyak diam di rumah dan mengerjakan skripsi, hehe.

Tapi, beberapa hal kemudian menyatukan kami. Sastra dan absurditas. Oh, betapa kami suka bekhayal (sampai sekarang ternyata masih suka ngayal juga). Kalau suatu sore kami minum teh dicampur madu, dan makan cookies buatan Mama Bebe, kita berpura-pura sedang ada di sebuah apartemen di Paris, dan memandang Sungai Seine. Sambil memandang Gereja Norte Dame. Kenapa Paris? Waktu itu, kita adalah pengagum Sarte dan Foucault… hahaha.

Kami bertiga, suka mengobrol masalah sastra, buku, politik, budaya, musik, dan tentu saja tentang lelaki. Ketika kami tidak terlalu bokek, kami paling suka makan sate dan gulai kambing di sebelah Apotik Kimia Farma di Jalan Darmawangsa. Sate dan gulai disana paling enak. Setelah makan sate dan gule, biasanya kami langsung kepanasan dan berkeringat.

Selama saling mengenal ini, kami mulai mengenal sifat masing-masing. Sifat yang baik atau yang buruk. Mereka berdua, sangat santai dalam segala hal. Sementara aku sering dianggap “serius” dan teratur. Pernah dalam suatu masa, kami janjian untuk nonton pertunjukan teater atau film, aku sudah lupa. Kami sepakat ketemu di kampus jam 18.30 di gazebo FISIP. Aku tunggu sampai dengan jam 19.00 mereka berdua belum muncul. Akhirnya, aku meninggalkan tempat itu, dengan ngamuk. Dalam perjalanan pulang, aku menemukan mereka sedang ngobrol dengan beberapa orang di warung kopi. Langsung saja, aku pilih ngacir dan tidak jadi nonton teater malam itu. Hehehe. Intinya, aku ngamuk. Mereka berdua kebingungan. Kalau dipikir-pikir, aku memang orang yang ngamukan. Semua kadang minta presisi dan tepat waktu, hehe. Seperti hidupku yang sangat teratur.

Tidak selamanya hubungan kami baik-baik saja. Sering kami berselisih paham dan “sedikit duel” seperti adegan terakhir Bebe dengan aku perkara “celana pendek” dan “hooker” di Pattaya. Semuanya berakhir juga dengan baik. Karena kita, mengatakan dengan apa adanya. Tidak perlu jaim. Karena itulah, kita bisa mengenal dengan lebih baik.

Kami juga sering tidak setuju dengan pilihan-pilihan hidup Tika. Atau beberapa keputusan Bebe. Atau kekeraskepalaanku dalam beberapa hal. Tapi, kita menghargai keputusan masing-masing orang. Kita hanya sahabat. Yang berusaha untuk saling mengingatkan. Pasti ada ketika kita saling dibutuhkan. Kami juga tidak berkomunikasi dengan intens. Tidak setiap hari harus kotak mereka dan mengetahui mereka sedang melakukan apa. Bagi kami, yang terpenting, kami selalu ada satu sama lain. Bisa saling melengkapi. Lalu, kita kembali pada kehidupan masing-masing. Bebe dengan kehidupan barunya di Essex. Tika bergulat dengan Jakarta. Dan aku, yang sudah mulai bosan dengan pelukan Surabaya.

PS: posting ke-100

Tuesday 10 November 2009

Tragedi Moslem Meal

Barangkali, karena katrok dan tidak pernah mengalami long flight ke negara-nya Obama, tanda MML di tiket pulang NWA aku acuhkan. Aku, dan beberapa temanku tidak care saja dengan notice itu. Tragedi datang ketika makan sore kita, dari Detroit (USA) ke Narita (Jepang). Dalam perjalanan pulang ini, aku mendapatkan makanan terlebih dahulu. Heran. Tumben cepat. Biasanya, agak lama baru diberikan.

Yang ada di depan mejaku adalah makanan dibungkus dalam aluminium foil. Di dalamnya, aku buka, berisi dal! Itu, makanan India yang berasal dari kacang hijau, yang dimasak dengan bumbu semacam kari. Terus, ditambah dengan sayuran. Menurutku, seperti bayam yang dimasak sangat nyunyut. Ditambah dengan kentang rebus. What the hell is this? Karena hanya itu yang diberikan, akhirnya, aku makan saja hidangan itu. Tidak lama kemudian, cewek Jepang di sebelah kiriku dan bule botak di sebelah kananku mendapakan makanan. Mereka bisa memilih diantara beberapa menu. Beef, or chicken. Mereka lalu makan beef, chicken dan omlette dengan nikmatnya. Aku harus berjuang keras untuk menghabiskan makanan vegetarianku!

Ketika tiba saat mengudap, yang datang di hadapanku adalah beberapa biji wortel dan anggur. Duuhh....Seperti kelinci, aku makanan kudapan "sehat" itu. Dua orang di sebelahku, mendapatkan burger. Dan, mereka makan dengan nikmatnya. kraus...kraus..kraus...

Ketika makan besar kedua, masih pula kami mendapatkan moslem meal. Aku sudah lupa apa saja menunya. Tetapi, tidak jauh-jauh berbeda dengan yang pertama. Masakan rasa kari.... Dengan kentang, kacang hijau, sayuran nyunyut dan roti. Duh, I lost my appetite. Sementara baru omlette masuk ke dalam hidungku. Benar-benar menggoda selera makanku. Oh, I love omlette.

Makan kudapan tahap dua, juga tidak banyak bedanya. Buah...buah..buah..dan kraus-kraus seperti kelinci dan sapi.

Ketika kami ganti pesawat dari Narita ke Bangkok, orang-orang yang mengalami nasib sama sekitar 15 orang. Kami semua protes. Dan, mulailah kami paham apa yang dimaksud dengan MML (Moeslem Meal). Makanan muslim. Makanan yang halal dan non daging. Itulah yang dipahami oleh perusahaan penerbangan luar negeri. Jadi, posisi kita disamakan dengan para vegan. Anehnya, ketika penerbangan pergi ke USA, kami mendapatkan menu biasa.

Akhirnya, kami menjelaskan kepada mas pramugara yang cuakeppppp kalau makanan orang muslim itu berbeda dengan makanan vegetarian. Orang muslim, itu bisa makan ayam, daging, telur atau ikan. Kita hanya tidak diperkenankan makan babi saja. Dan, kita mohon untuk "dibebaskan" dari makan makanan para vegetarian. Karena jujur, kita tersiksa dan tidak bisa menikmati makan, hahaha.

Akhirnya, selesai sudah tragedi moeslem meal tadi. Kita mendapatkan makanan yang sangat lezat, berupa salmon! Dan, seterusnya, sampai Jakarta... Nikmatnya...

Looking for The First House Hotel

When we arrived at Suvarnabhumi Airport, we did not know where to stay. We were still arguing. Emmy suggested in First House Hotel in Petchburi Road, where her uncle used to stay during his business trip to Bangkok. But, she had no idea where that place is. Only, one key word. Near the Indonesian Embassy. That's all. So we decided to have lunch. We were starving. The argument was still continuing. Due to this argument, it was to us to decide to take vehicle to the downtown. Finally, we decided to stay in First House Hotel.

The bus Number 12 brought us to the city. Left us in Ding Daeng bus halte. We still had no idea how to get to Petchburi Road. We met few people who can speak English, or at least able to show us direction. Fortunately, we me a guy, who would like to take bus to Pratunam. This place is near Petchburi Road. Here we goes.

Down from the bus, we still looked for the "Petchburi Road" We found it. But nobody knew where that HOTEL. So, we decided to get hotel in Pratunam District. Perhaps, this area is like Tanah Abang in Jakarta or Pasar Turi (now PGS) in Surabaya. People are coming here to buy some clothes. Clothes and other textile products are inexpensive. One that drove me to find hotel in this area was The Bayoke Sky Hotel. Emmy told us that the rate of this hotel is affordable. But, when we tried to check in Guest Information, that the rate reached THB 4.000! So it's around Rp. 1,2 million. Wow. We could not afford it. Emmy and I decided to find other hotels and left Bebe in Bayoke Sky Lobby to watch our belongings, hehehe. Bebe complained but we did not listen. :D

We went to several hotels, including Bayoke Boutique (I guess, this hotel that Emmy meant. The cheap one Bayoke...). Finally, we decided to stay in Khuranna Inn. We paid for THB 1.800 for three persons. Actually, they offered us THB 2.000. But Emmy did good job. She bargained!. The room was spacious, with 24 inch flat TV, and shower of cold and hot water. And yes, one more thing, two doors refigerator! This hotel was just renovated. We could smelled the paints.

We love our room. But, we were still curiuos with First House Hotel. Emmy search through the internet, and we found it. THB 1.500 per night for two persons. Emmy booked through her VISA. And, the next day, we looked for this place.

There is another hotel named First Hotel in Petchburi Road. Just crossed the road of KBRI (Indonesian Embassy). We thought, that here's the hotel! We were in, and asked a girl in Information Desk. We told her that we had booked the room, for THB 1.500 per night. She told us, it is impossible to release via website about the room rate. The actual rate was THB 4.000, just the same as Bayoke Sky Hotel. So, it's other hotel, she told me.

We kept looking that First House Hotel. Because we have booked it, and Emmy has paid with her VISA. Finally, we found this hotel, is such small road, or in Indonesia we call it "Gang". Yeah, Soi in Thai means Gang in Indonesia. The hotel was actually small and cute. But, it was an old one. We went to the room. We found that the rug is a little bit smelly due to lack of ventilation.

Emmy asked "are you guys, sure want to move to this hotel? The THB 1.500 is for two persons? But, in our hotel -Khuranna Inn-, THB 1.800 is for 3 persons, plus breakfast" We were discouraged. And, we decided to stay in our Khuranna and lost those THB 5.00 for internet booking. Hahahaha. But, at least we found it. That First House Hotel.

Endorfin and Cafein

Today, I start my day with two "ins", endorfin and cafein. I got endorfin from my morning training and got my cafein from my coffee. Aren't they perfect combination? UI hope they can support me through the bored and dull day. *crossing fingers*

Monday 9 November 2009

Notes from My Birthday

Ada beberapa notes dari ulang tahunku kemarin.

1. Aku tidur lebih awal. Karena malam sebelumnya aku tertidur di kantor. Jadi, malam Jum'at masih setengah hang over. Biasalah, faktor U tidak bisa dibohongin. Meskipun penampakan masih seperti 17 tahun. :D.

2. Sebelum tidur, membuat tiga permohonan. Tidak usah banyak-banyak. Tuhan sudah kebanyakan permintaan dari orang-orang di seluruh dunia, termasuk juga pohon-pohon dan hewan-hewan. Biasanya juga, kalau dalam cerita-cerita itu, selalu bilang "Sebutkan tiga permintaanmu" Tapi, aku berharap tiga permintaan ini bisa mengurai keruwetan-keruwetan di kepalaku. *cross my fingers*

3. Pagi hari mendapati banyak birthday wishes dalam berbagai bahasa. Baik lewat YM, SMS ataupun writing in my walls. Ada Jawa, Indonesia, Inggris, Belanda, Italia, ataupun Portugis. Yah, semuanya dengan bahasa yang diinginkan oleh orang-orang itu. Karena ucapan itu sebagai sesuatu yang sangat personal. Bahkan, ada seorang teman yang menuliskan sebuah notes untukku.

Friday morning and awaken late
Hear the alarm buzzing besides my bed
Sipping a cup of hot coffee I made
A slight of memory come into my head

I suddenly think about someone’s there
Always look for me and always care
She’s amusing with her heart is kind
She loves to fool around under the sun

Today as the morning I awaken late
She turns into the new age of 29
The new period when she decided to step ahead
Come with her the very best wishes of mine


Gambir, 6 November 2009

atau beberapa wishes seperti ini

"Birthday wish should be personal but quoting from famous people could also be fun. One of my favorite is from Virginia Woolf who said that 'one of the signs of passing youth is the birth of a sense of fellowship with other human beings as we take our place among them.' It just reminds me on our friendship which last for 10 years. HAPPY BIRTHDAY."

atau seperti ini:

"..

Mon, you’ve been doing great!

you ARE my “warrior of ligth” kind of friend.

:)

Jalan terbentang di depan, dan nggak usah khawatir… pikirkan
saja pilihan antara membeli rumah, kuliah atau traveling. Haha .. Nggak perlu
pusing sama yang lain.

Jadi, semoga engkau bisa mengurai benang-benang ruwet di
kepalamu..

Setelah itu, indulge yourself with words – alphabets

like you always want..
Kemudian kau bisa bikin kitab suci baru backpackers dan kasih judul "lonely lonesome lovely planets". .. Hehe

Dan kau buktikan sendiri,

Kalau bumi memang bulet
Halelujah! Happy birthday, Mon!"

atau yang ini

"Estou desejar um feliz aniversário para minha melhor amiga e agradecer pela amizade que temos... adoro-te amiga querida... beijos grande :)"


4. Diselingi adegan kematian mertua bulikku. Memang, sang mertua sudah lama menderita diabetes dan sudah sangat parah. Tapi, itu seakan mengingatkan aku, ketika nyawa ini tercabut, kita sudah tidak bisa apa-apa. Dari kita yang bernafas menjadi tidak bernafas. Dari kita yang bergerak menjadi tidak bisa bergerak. Kita, yang awalnya ada di tengah-tengah keluarga kita, menjadi sendiri. Kita, suatu ketika, akan bisa menjadi seperti itu. Itu, semakin mengingatkan aku pada "kematian sebagai bagian dari hidup. Bukan lawan kata darinya..."

5. Selain ucapan dan doa-doa indah dari teman-teman tersayangku, ada juga kado dari Baltyra. Tulisan toilet dimuat. Waaaaahhhh...senangnya. That's the best birthday present.

Thursday 5 November 2009

Pakdhe dan Aku

Aku lupa, kapan aku mengenal Pakdhe. Ketika itu, seorang teman meminjami "The Alchemist" Kata temanku, buku itu mampu menginspirasi jutaan orang di dunia ini.

Jadi, aku mulai membaca tulisan Pakdhe. Bahasanya begitu sederhana. Tetapi penuh dengan makna yang sangat dalam. Tidak sampai semalam aku menyelesaikan buku itu. Pesennya juga sangat sederhana tetapi multiinterpretasi. Terserah, kita para pembaca memaknainya seperti apa. Interpretasiku, setiap orang pada dasarnya memiliki "mimpi". Hal-hal yang benar-benar kamu inginkan. Untuk mencari tahu, tujuanmu dikirim ke bumi itu untuk menjadi apa. Dan, tugas manusia adalah untuk mencari dan menemukannya tanpa rasa takut. Ketika kita ketakutan, kita tidak akan pernah bisa menemukannya. Di satu masa kelak, kita pasti akan menyesalinya.

Ketika kita sudah yakin dengan apa yang kita percaya dan inginkan, seluruh alam semesta akan bahu-membahu membantu kita. Ini masuk akal, ketika kita memiliki keinginan yang kuat, semua langkah kaki dan energi akan kita arahkan kesana.

Aku selalu, dan selalu membuka tulisan Pakdhe kalau sedang sedikit putus asa, dan membutuhkan kembali motivasi.

Selanjutnya, aku menjadi pembaca setia tulisan-tulisan Pakdhe. Ada The Valyries- yang merupakan pengalaman spiritual Pakdhe dan istrinya Cristina di Gurun Mojave untuk bertemu dengan "malaikat", ada The Zahir -yang merupakan pengalaman spiritual hidup berumah tangga. Sepertinya buku Pakdhe yang sangat dewasa. Mungkin, ini yang terbagus. The Zahir mengobrak-abrik banyak faktor spiritualitas hidup berumah tangga. Mengapa tiba-tiba seseorang ditinggalkan pasangan hidupnya secara mendadak. Si "Aku" akhirnya mencari sebab mengapa Ester meninggalkan dia. Dia mengobrak-abrik memori indah pernikahan dia hanya untuk menemukan bahwa mereka tetap saja saling mencintai seperti sebelum-sebelumnya.

Lebih jauh, aku berkenalan dengan Like the Flowing River dan Manual Book of Light. LFR, lebih banyak berisi cerita-cerita pendek. Esai-esai dia di berbagai media massa atau tulisan di blog dia. Kalau MBL terdiri dari quote-quote dia tentang hidup. Lebih pada perjalanan manusia untuk menemukan dirinya sendiri. Tidak jauh-jauh dari The Alchemist. Aku juga mengenal The Pilgrimage. Buku ini menceritakan pengalaman penulis untuk mencari "pedang" nya dengan melewati rute perjalanan kuno Road to Santiago. Disanalah, pakdhe banyak mengalami pengalaman-pengalaman berharga dalam hidupnya. Pengalaman ini mendasari dia menuliskan The Alchemist.

Pakdhe sendiri,adalah seseorang yang selama betahun-tahun berusaha mencari, menemukan dan menentukan personal legend dia. Sejak kecil, dia ingin menjadi penulis. Tetapi, oleh keluarganya, dia ditunjukkan bagaimana penulis itu. Di tahun 60-an, penulis identik dengan orang yang berkacamata tebal, berambut awut-awutan dan tidak rapi. Orang nerd lah. Akhirnya, selama bertahun-tahun selanjutnya, Pakdhe menjadi pencipta lagu. Dia melupakan mimpinya. Sampai ada suatu perubahan besar dalam hidupnya, dan dia mengingat kembali mimpi-mimpinya. Menjadi penulis.

Membaca buku-buku Pakdhe, aku seperti menemukan teman yang bijaksana dan tidak cerewet. Bisa menasehati tetapi tidak merasa pintar. Bisa menjadi penghibur tetapi tidak bermaksud menghibur. Bisa menjadi motivasi di saat-saat titik terendahku.

Aku merasa senang saja membaca tulisan-tulisan Pakdhe..... Pakdhe, terima kasih.

Wednesday 4 November 2009

My Twenty Nine

Menjelang ulang tahun ke-29.

Kata teman, usia hanya ada di atas kertas. Dia ada di akte kelahiran. Dia ada di raport-raport kita. Dia ada di ijazah-ijazah kita. Dia ada di CV-CV kita. Yeah, pokoknya, hal-hal yang berkaitan dengan administrasi. Bahkan, di internet, kita juga sering ditanya, berapa usianya. Lebih halusnya, ada form yang harus kita isi tentang tanggal/bulan/tahun lahir.

Administratif juga sih.

Setiap tahun, aku selalu membuat catatan tentang ulang tahunku. Tidak penting-penting amat sih. Begitu pula dengan ulang tahun kita. Tapi, dia semacam alarm bagi kita untuk mengingatkan diri kita, sudah berapa tahun kita diberi kesempatan untuk menghirup udara,

Eh, apa sih yang telah dilakukan? Dalam konteks ini, apa sih yang telah aku lalukan? Ah, ternyata tidak banyak. Kurang malah. Sering buat banyak orang kecewa, sedih, dan menangis. Orang tuaku, teman-temanku, atau bahkan orang-orang yang tidak pernah aku temui.

29 tahun ini. Aku sudah, paling tidak, aku sudah merasakan naik-turunnya hidup. Sangat bahagia. Bahagia. Sedih. Sangat sedih. Atau bahkan, datar. Merasa ramai. Merasa sepi. Atau, merasa sepi di tengah-tengah keramaian. Segala macam emosi berkecamuk.

29 tahun. Hidupku memang jauh dari sempurna. Atau mungkin, memang tidak pernah bisa menjadi sempurna. Karena hidup, tidak akan pernah bisa sempurna. Setiap detik, orang belajar. Aku belajar. Mengoreksi diri sendiri. Betapa ini salah. Itu salah. Betapa ini dan itu perlu diperbaiki.

Dalam satu titik, kita atau aku, merasa telah menemukan tujuan hidupku itu apa. Lalu, bagaimana aku berusaha untuk memenuhi semua itu. Merasa, bahwa itu adalah personal legend-ku. Tapi, ternyata, ada satu titik yang menunjukkan, kalau aku tidak seharusnya ada disana. Hidup kita, dan pencarian-pencarian kita memang tidak pernah selesai. Karena, aku percaya hidup adalah sebuah perjalanan. Ada saat-saat dimana, aku atau kita menemukan kompas, dan tahu kemana kita pergi. Ada kalanya (dan seringnya), aku atau kita kehilangan kompas itu. Perlu kembali mencarinya.

Twenty nine just twenty nine. I have to move my life forward. I have many things to do. My dreams and passions must be fullfilled. I remember what a man said to me once, long time ago. A guy that I hardly remember his name, "If you wanna take a chance, you have to change"

Twenty nine, I have to do what I believe. And, I know it!

Yeah, it just twenty nine! "Oh, the night is still young"


Monday 2 November 2009

Ngopi Dulu Ahhh...

Gara-gara saling komen di sebuah situs komunitas tentang kopi di pagi hari ini, jadi tergelitik untuk menuliskan sesuatu tentang kopi.

Perkenalanku dengan kopi sudah tidak bisa diingat lagi. Dulu, ketika masih kecil, Emak biasa membuat sendiri kopi. Mulai menyangrai sampai dengan mendeplok-nya. Nah, waktu menggoreng kopi ini unik. Yaitu ditaruh di wajan dari tanah (lempung) atau biasa disebut dengan kreweng. Kopi yang disangrai waktu itu, bukan dari kopi murni, tetapi telah dicampur dengan kelapa yang diiris kotak dadu. Dicampur dengan kopi waktu menggorengnya. Selain untuk mengurangi efek kafeinnya, juga untuk membuat gurihnya kopi. Sekarang, kebiasaan mencampur dengan kelapa ini sudah tidak dilakukan. Nyokap lebih suka kopi murni sekarang.

Dulu, kalau minum kopi, biar lebih gaya, minumnya pahit-pahit. Gulanya, gula Jawa yang ditaruh di lepek (saucer). Gula ini akan digigit sebelum minum kopi pahit. Manis dan pahit akan melumer jadi satu di mulut.

Ketika aku besar, dan mendapat kesempatan untuk kesana-kemari dibiayai kantor, perjalanan mencari kopi lokal tetap dilakukan. Sampai, aku disebut sebagai pencadu kopi. Saking parahnya kebiasaan minum kopinya. Sebenarnya, parah sih tidak. Hanya, suka saja mencicipi kopi di sana dan disini. Dan bertukar jenis kopi sama kawan disana dan disini. Yah begitulah.

Hubungan dengan kopi tidak selamanya baik. Kadang, sampai dibuat hampir pingsan, pusing berat, gemeteran sampai dengan diserang pada lambung. Tapi, kok yo tidak kapok-kapok juga minum kopinya. Tetap saja minum kopi kalau pagi. Minum teh hanya dilakukan pada saat tidak "memungkinkan" minum kopi. Misalnya, pada waktu kena serangan maag, atau badan lagi tidak fit. Kalau memungkinkan selalu saja minum kopi. Tidak banyak, hanya secangkir saja per hari. Itupun dibuat pada pagi hari, dibiarkan dingin dulu, dan diminum sampai dengan sore hari.

Entahlah, kopi sepertinya memang minuman yang sengaja Tuhan kirimkan ke bumi untuk para manusia.


Friday 30 October 2009

"Aku Suka Tulisan-Tulisan Sampah Ini"

Yeah, I do like writing.

Aku tidak tahu, sejak kapan aku suka menulis. Sejak SD, mungkin. Aku suka saja coret-coret di buku tulis. Entah itu puisi, atau cerita-cerita pendek. Ketika SMP, aku juga suka nulis cerita-cerita pendek di buku tulis atau di potongan-potongan kertas kecil. Teman satu bangkuku, Nur, selalu saja menjadi pembaca cerita-cerita pendekku. Waktu SMA juga masih menulis. Bahkan, satu tulisan dimuat dalam majalah sekolah yang hanya terbit satu kali itu. Judulnya waktu itu, Sepatu Kaca.

Waktu kuliah, sudah jarang menuliskan cerpen. Yang ditulis catatan harian. Selama kuliah, aku ada beberapa catatan harian. Isinya ya curhat, ya pemikiran, ya hasil kontemplasi. Baru-baru di akhir masa-masa kuliah mulai menulis kembali cerpen. Bahkan mulai mengembangkan ide untuk menulis novel! Wuuu...sampai sekarang, 5 thaun kemudian, novel itu tidak jadi-jadi, hehehe. Ngendon saja di komputer kantor. Catatan harian juga masih nulis, tetapi saat ini lebih banyak dengan update blog. Kadang note di facebook.

Aku kemudian menjadi terjebak dengan tulisan-tulisan serius. Tentang good governance, tentang local initatives, tentang regulasi, etc..etc. Tulisan-tulisan yang sangat high politics dan sangat erat dengan kebijakan pemerintah. Aku tidak terlalu menyukainya. Jujur saja. Hanya satu yang aku sukai, tentang local initiatives. Karena aku selalu saja terinspirasi dengan tokoh-tokoh yang aku temui di jalan. Seperti misalnya Inaq Rum, Pram, etc..etc.

Jauh di dalam lubuk hatiku, aku kurang suka dengan tulisan-tulisan serius ini. Bukan diriku dehhh.... Aku tidak bisa ngocol. Seorang teman berseru, "Enak dong menulis di kolom..." si teman membayangkan aku menulis di sebuah kolom kontemplasi yang bisa dibuat humor-humor macam Umar Kayyam itu. Setelah aku bilang, kolom apa, dia hanya ngakak jaya. Ampun deh....

Ya ampun deh, ini pengakuan sebenarnya. After years, I have been trying to love writings those serious articles. But I can't. It's not meeeeee.... I know myself well. Writing is my life. Writing could bring joy in me. Till I'm old, I'll keep on writing...

Note: Jadi tertarik untuk belajar Creative Writing.

Thursday 29 October 2009

If LIfe is A Journey

Aku percaya benar, kalau hidup itu sebagai sebuah perjalanan.

Aku tidak tahu harus memulai darimana. Berbagai kejadian akhir-akhir ini seakan menuntunku untuk membuat sebuah keputusan berani. Aku memang telah membuat keputusan itu. Oh no, bukan karena sebuah krisis ini aku menjadi orang yang sangat frustasi. Sebaliknya, aku sekarang telah menjadi orang yang benar-benar tahu apa yang aku mau. Aku memang harus berubah. Senyampang aku masih diberi kesempatan untuk membuat perubahan. Dan, aku mampu untuk melakukannya. Aku sudah benar-benar tahu apa yang aku mau.

Kalau hal ini ditanyakan kepadaku 5 atau 6 bulan lalu. Aku pasti tidak bisa menjawabnya. Aku masih keukeuh berpegang dengan Plan A hidupku. Plan A yang gagal terwujud saat itu. Aku memang kecewa dengan tidak berjalannya si Plan A itu. Tapi, tidak apa-apa, mungkin itu bukan jalan terbaik buatku. Jalan yang semakin membuat aku jauh dari Personal Legend-ku.

Tiba-tiba saja tadi pagi, aku ingat orang-orang yang menjalani perjalanan-perjalanan pribadi. Atau kita sebut saja dengan perjalanan-perjalanan ritual. Misalnya saja Paulo Coelho. Dia "disarankan" menelusuri jejak pilgrim rute Medieval yang dikenal dengan nama Road to Santiago. Selama perjalanan ini, dia mengalami banyak perjalanan spiritual. Hasil road to Santiago ini dia kisahkan dalam The Pilgrimage dan The Alchemist.

Terus kemudian, yang baru-baru ini aku kenal adalah Elizabeth Gilbert. Lewat bukunya Eat Love Pray, dia pergi ke Italy, India dan Indonesia untuk perjalanan spiritual dia. Dia melakukan ini semua karena hidupnya sedang dalam krisis yang amat sangat. Dia sangat depresi dengan perceraian dia dan permasalahan dengan pacar dia bernama, David.

Banyak orang yang menemukan dirinya setelah terdera krisis. Dengan krisis, orang mau tidak mau harus berubah. Karena zona nyaman nya telah diporak porandakan oleh banyak hal. Atau, orang yang telah berpikir zona nyamannya kini tidak lagi nyaman, dan memang saatnya untuk membuat perubahan.

Aku, kini tidak lagi takut akan sebuah perubahan. Berubah aku membuatku tetap hidup. Karena perjalanan pada dasarnya adalah perubahan.

Wednesday 28 October 2009

Jadi, Berapa Kenalan Anda?

Beberapa hari yang lalu, sempat melihat video dokumenter yang menarik di National Geographic Channel. Topiknya tentang apa, aku lupa. Mungkin tentang kehidupan manusia ya? Nah, ada sebuah hasil survey NG yang sangat menarik. Tentang rata-rata kenalan (baik) seorang anak manusia selama dia hidup. Yaitu 1.700 orang.

Aku sendiri tidak tahu berapa kenalanku. Pernah pada satu ketika, aku mencoba menghitung berapa jumlah kenalanku, dan bagaimana aku bertemu atau berkenalan dengan mereka. Menginjak orang beberapa puluh saja, aku sudah pusingg. Apalagi sampai sejarah perkenalan dengan orang itu, dan bagaimana kita selalu menjaga komunikasi. Artinya, kita saling meng-upate kisah masing-masing.

Ah, susah kan? Ya memang susah. Lebih baik, tidak usah menghitung berapa jumlah orang yang kita kenal selama hidup. Bagaimana kalau dia presiden? Bagaimana kalau dia menteri? Bagaimana kalau dia dosen atau guru? Bagaimana kalau dia adalah travel guide? Bagaimana kalau dia adalah seorang wartawan? Bagaimana kalau dia adalah seorang pedagang? Tentu saja, setiap orang punya kisah yang menarik dengan kenalan-kenalan itu. Dengan para kenalan-kenalan ini, kita bisa berteman.


Tuesday 27 October 2009

Do You Like Shopping????

"Nooo...Noo...Nooo.. I don't like shopping!"

Yeah, teman, aku memang bukan orang yang hobby shopping atau sophaholic. Tetapi lebih pada orang yang membeli barang karena butuh. Kalau aku seorang sophaholic maka barang-barang seperti baju adalah yang sedang tren. I have none. Meski bukan seorang sophaholic, aku adalah seorang pembeli yang kompulsif. Kalau sudah suka sama barang itu, harus beli yang itu. Kalau tidak dibeli, malah membuang-buang uang. Misalnya begini, pada satu ketika aku ingin beli sepatu. Tetapi, karena harga sepatu yang bersangkutan mahal, aku putuskan untuk membeli lainnya yang lebih murah. Nah, ketika di rumah, masih saja terbayang-bayang sepatu yang ingin aku beli, dan bagaimana enaknya ketika mencoba sepatu itu. Ya kulitnya yang lembut. Ya bagaimana sepatu itu memperlakukan kaki kita dengan nyaman. Besok atau lusanya, aku pasti kembali kesana, dan membeli lagi barang itu. Nah, buang-buang uang kan? Makanya, daripada buang-buang uang, lebih baik kalau ingin dan pas ada uang dibeli saja barang itu.

Sangking kompulsifnya diriku, pernah ditarik oleh seorang teman dari sebuah toko. Diajak keluar toko biar bisa berpikir rasional. Tetapi, aku tetap saja lari dan masuk ke toko. Bahkan, aku tetap saja membeli sepotong sweater meskipun HP ku hilang di toko itu beberapa hari kemudian. Karena, setiap malam, aku terbayang-bayang sweater itu.

Ah, kenapa harus membahas masalah kompulsif belanja ya? Atau lebih tepatnya, kenapa pada umumnya perempuan lebih suka belanja dibandingkan dengan lelaki? Banyak temanku, kalau sedang pusing atau banyak masalah, pasti larinya belanja. Dia menjadi puas setelah belanja.

Nah..nah, gara-gara ada perempuan inilah dunia menjadi sangat ramai. Ada yang suka belanja. Seperti sudah given, kalau perempuan itu suka belanja. Terlebih kalau sudah bete. Beda dengan lelaki kali... Mereka, kalau bete, hiburannya hanya seks seks dan seks. That's on top of their minds. ementara, perempuan lebih menganggap seks tidak sebagai barang utama. Mereka banyak disibukkan oleh hal-hal kecil. Mulai masalah kerjaan (kalau dia bekerja), urusana sekolah anak-anak, jajan anak-anak, pekerjaan rumah, dan banyak hal-hal lainnya. Karena itu, otak perempuan terbagi dalam banyak hal. Dia bisa melakukan pekerjaan banyak dalam waktu bersamaan, atau istilahnya mutlitask. Dia bisa memasak, sambil mencuci pakaian, dan sebagainya. Atau bahkan, dia bisa mengetik SMS sambil berbicara dengan temannya... Haha. Tidak nyambung ya?

Monday 26 October 2009

Kampung di Seberang Sungai

Aku lahir di sebuah kampung kecil di Tulungagung yang bernama Kalituri. Ada sebuah sungai kecil yang memisahkan kampungku dengan Kampung Kedungsoko. Sungai yang tidak bernama. Hanya kita tahu, sungai itu bermuara di Laut Selatan setelah melewati Terowongan Niama. Sebuah terowongan yang dibangun pada jaman penjajahan Jepang, dan dibangun kembali pada sekitar tahun 1980-an. Ketika dibangun ulang ini, dilakukan juga pengalihan aliran sungai. Dari dulunya bermuara di Laut Jawa, menuju ke Laut Selatan atau Samudera Hindia (Indonesia). Ketika masih bermuara di Laut Jawa, kampungku banjir sepanjang tahun. Air tidak mau mengalir. Laut Jawa sudah terlalu penuh dan jenuh dengan air.

Nah, kembali ke kampung seberang sungai itu. Kampungku dan kampung seberang sungai itu, dulunya dihubungkan dengan sebuah jembatan bambu kecil di depan rumahku. Atau perahu kecil yang terbuat dari tumpukan drum (tong). Jembatan bambu ini tidak bertahan lama, dan diganti dengan jembatan dari besi yang dicat warna merah. Jembatan yang baru itu, agak jauh dari rumahku.

Dari pinggir sungai, tampak rumah-rumah di kampung seberang itu kecil-kecil sekali. Hanya nampak samar-samar saja. Yang paling jelas itu, rumah dari Pak Lurah Siis. Karena rumah itu paling besar. Bahkan balai kelurahan, dan sekolah yang terletak di sebelahnya juga tampak kecil. Tidak kelihatan tulisan-tulisan yang ada di kampung seberang sungai. Hubungan orang-orang di kampungku dan kampung seberang sungai itu jarang dilaksanakan. Orang-orang kampungku, menganggap kampung seberang sungai orang-orangnya lebih egois, karena memang secara administratif masuk ke dalam wilayah Kecamatan Kota (Tulungagung). Ini bisa dilihat, apalagi ada orang meninggal dunia. Yang melayat sedikit sekali. Beda dengan kampungku,yang sampai antri dan melimpah ke jalanan.

Dengan bergulirnya waktu, kampung di seberang sungai itu, tidak lagi tampak kecil. Tidak perlu pergi ke pinggir sungai, dari teras rumah ibuku saja, sudah bisa melihat apa yang dilakukan oleh orang-orang yang di kampung seberang sungai itu. Tulisan SDN Kedungsoko I, Balai Kelurahan ataupun kantor Babinsa tampak dengan jelas. Kampungku dan kampung seberang sungai, tidak lagi berbatas. Tipis sekali.

Kenapa bisa tampak lebih dekat? Atau memang dari dulu sebenarnya suhda dekat? Hanya dulu, aku melihat dari kacamata seorang anak-anak. Atau, memang dunia sudah benar-benar menyempit (shrinking). Seperti globalisasi yang telah menjadikan dunia sempit dan mengkerut dalam sebuah frame. Ketika kita connect dengan internet, dunia kita menjadi tanpa batas. Hanya dengan mengetik www. Oh, betapa ampunya tiga huruf ini.

Tuesday 15 September 2009

Berbuka di Festival Kabuenga


Aku beruntung sekali, waktu ke Wakatobi pertama kali bertepatan dengan Festival Kabuenga. Yaitu, festival tahunan yang biasanya diselenggarakan di Wakatobi. Festival tahun ini digelar sebagai rangkaian dari Indonesia Sail 2009. Jadi, para peserta Indonesia Sail setelah dari Manado dengan Bunaken Sail, langsung menuju Wakatobi. Tokh, Wakatobi dan Manado sama-sama daerah yang merupakan bagian dari the world coral triangle alias pusat segitiga karang dunia. Di dunia ini, ada 6 negara yang termasuk jajaran itu. Yaitu Thailand, Malaysia, Philiphina, Indonesia, Timor Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon. Di Indonesia, tempat itu berjajar dari Bunaken-Manado, Wakatobi, Bali, dan Lombok. Wakatobi mengklaim dirinya berada di jantungnya coral triangle di dunia.

Festival Kabuenga dulunya adalah upacara adat yang dilakukan oleh orang di Wakatobi untuk mencari jodoh. Para lelaki yang menjadi pelaut, dan para perempuan yang ada di rumah saja. Dalam moment ini, lelaki dan perempuan dipertemukan.

Ada beberapa macam prosesi Kabuenga. Misalnya saja, ada ayunan, para perempuan berjualan makanan, tari-tarian yang melambangkan pernikahan dan tradisi pingitan, dan sebagainya. Dari ajang para gadis berjualan ini, lelaki akan datang membeli dagangannya, dan berharap akan terjadi hubungan yang lebih serius.

Nah, dalam Festival Kabuenga 2009 ini, para gadis memang duduk di lapangan Merdeka dengan makanan-makanan tradisional di depan mereka. Berbagai hidangan tradisional ada di hadapan mereka. Seperti masakan dari ikan, kasuami dan kasuami pepe, nasi bambu, lepat, dan sebagainya. Tapi, sepertinya ini tidak dijual. Baru kemudian saya tahu, kalau masakan-masakan ini dimakan pada saat buka puasa bersama.

Bupati Wakatobi, Hugua dan istrinya Ratna Dewi, sebagai simbol pernikahan, diayun oleh dua orang gadis cantik.

Ketika Maghrib dikumandangkan dengan bunyi sirene, buka puasa boleh dilakukan. Orang-orang yang melihat festival ini, diperkenankan untuk mengambil makanan-makanan dari talam itu. Gratis. Kemudian, orang-orang ramai minum ronso (es degan dengan jahe), dan mengambil makanan besar untuk berbuka.

Enaknya, berbuka di Festival Kabuenga. What a precious experience!

Tuesday 1 September 2009

Wakatobi!


Wakatobi merupakan singkatan dari nama empat pulau besar di wilayah yang dulunya menjadi bagian dari kesultanan (sebelum merdeka) dan Kabupaten Buton ini. Keempat pulau besar itu adalah Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Bersusun dari dalam sampai keluar. Binongko adalah wilayah terluar.

Wilayah ini mekar pada tahun 2004. Hugua adalah bupati pertama di wilayah kepulauan ini. Sebab, kabupaten ini memiliki 142 pulau, dan hanya 7 yang berpenghuni. Kalau dilihat dari persentasenya, 97 persen berupa lautan dan wilayah daratnya hanya 3 persen.

Tempat ini merupakan salah satu pusat segitiga karang dunia. Wilayah ini terbentang dari Philiphina, Malaysia, Indonesia (Bunaken, Wakatobi, Bali, Lombok), Timor Leste, Papua Nugini sampai dengan Kepulauan Solomon. Dari hasil Operational Wallacea (Opwal), dari 850 jenis karang di dunia, 750 jenis ada di kabupaten ini. Tidak mengherankan, sebab lautan disini merupakan pertemuan dari Laut Banda dan Laut Flores.

Untuk mencapai wilayah ini, sekarang ada dua macam alternatif. Lewat laut atauoun lewat udara. Kalau mau lewat laut bisa dari Kota Bau-Bau di Kepulauan Buton dan naik kapal cepat selama 4 jam (kalau ombak sedang bagus) atau naik kapal kayu selama 12 jam (kalau ombak sedang bagus juga). Atau bisa naik Susi Air dari Kendari. Telah ada satu bandara kecil bernama Matahora. Pembangunan memang masih dilaksanakan disana dan disini. Ijin operasional bandara ini juga belum ada. Sehingga pesawat komersil belum bisa mendaratkan di kabupaten ini. Jadi, statusnya hanya charter. Pemda dalam satu tahunnya men-charter dari Susi Ari senilai Rp. 1,2 milyar. Jadi, di dalam tiket yang ada tulisannya Pemerintah Daerah Wakatobi. Kalaupun nanti ada pesawat komersil, yang bisa mendarat pesawat-pesawat yang berpenumpang 30 orang milik Express Air.

Kemarin, ketika sempat ketemu dengan bupati Hugua di bandara. Dia mengatakan, kalau September ini ijin operasional sudah turun.

Pergi ke Wakatobi tidak lengkap kalau tidak diving atau snorkeling. Sayangnya, aku tidak bisa diving, hehehe. Renang saja tidak bisa, hehe. Kalau mau diving, sebenarnya di empat pulau itu ada semua spot-spotnya. Tapi, yang terkenal itu di Hoga Island (dekat Kaledupa) yang dikelola oleh Opwal. Atau ada di Tomia. Konon, di Tomia kita bisa melihat penyu bertelur. Kalau di Wakatobi, yang namanya air laut itu bisa hijau dan biru. Pasirnya juga putih sekali. Yang ada di foto itu Hugua Beach (well...) yang ada di desa Waetuna. Di dekat pantai ini, ada dua kelompok karang. Kalau sedang surut, kita bisa berjalan di atas lamun (semacam rumput laut) untuk pergi ke karang ini.

Ada pantai yang antik dan bisa disebut sebagai kolam renang. Yaitu pantai yang ada di Dusun Sousu, Desa Matahora, Wangi-Wangi Selatan. Setelah pantai ada air lautnya. Tetapi, sekitar duapuluh meter setelah garis pantai, ada satu garis putih, yang ternyata itu adalah pasir putih. Jadi, di dalam laut masih ada pasir putihnya lagi.

Makanya, next project, aku harus belajar diving nih. Karena di tahun-tahun mendatang, aku akan suka sekali kalau pergi ke Wakatobi.

Meskipun dalam hal infrastruktur belum bisa dikatakan belum 100 persen sempurna, telah ada berbagai upaya untuk pembenahan. Misalnya saja pembangunan bandara, jalan yang menghungkan bandara dengan pusat kota di Wanci, dan sebagainya. Masalah air bersih (tawar) memang masih menjadi masalah di kabupaten kepulauan. Paling banter, air yang dihasilkan payau. Hanya beberapa tempat yang mampu menghasilkan air tawar.

Naik Apa Ya ke Wakatobi?


Ketika pertama kali mendapatkan tawaran untuk mengerjakan proyek di Wakatobi, saya langsung excited. Berkali-kali aku mendengarkan nama itu, tetapi tidak pernah tahu tempat itu ada dimana. Pokoknya, kalau mendengarkan nama Wakatobi, yang ada dalam benakku hanya nama Nadine Chandawinata, mantan Puteri Indonesia 2005.

Seperti biasanya, kalau bingung dengan satu hal, yang aku lakukan adalah menanyakannya kepada Mbah Google. Ada berbagai macam informasi disana, termasuk betapa indahnya pemandangan bawah laut kawasan ini yang termasuk dalam the world coral triangle.

Lalu, bagaimana kesananya? Nah, ini yang bikin aku sangat bingung. Dari hasil pencarian, kesana hanya bisa ditempuh dengan menggunakan KAPAL LAUT! Seketika aku langsung panas-dingin dan berdebar-debar. Anda pasti tahu kenapa, aku tidak bisa renang! Sementara kesana harus berjam-jam naik kapal laut. Bisa 11 jam dari Bau-Bau, itupun kalau ombak sedang bagus-bagusnya. Tetapi, bulan-bulan begini, adalah bulan bertiupnya angin Timur. Ombak di Laut Banda tidak ada duanya. Bisa 7 meter tingginya. Alamak, aku langsung menggigil. Dan, sudah siap-siap untuk membeli life vest alias jaket pelampung.

Lalu, datanglah berita bagus itu. Dari Pak Rus, PO CD Project Sulawesi Tenggara yang ada di Kendari. Kalau sekarang ke Wakatobi sudah ada alternatif lainnya. Yaitu dengan naik pesawat charter milik Susi Air.Dengan menggunakan Cesna 280 janis Grand Caravan, pesawat charteran milik Susi Pudjiastuti, pengusaha ikan asal Pantai Pangandaran ini. Pesawat ini dikenal dengan nama lain pesawat DC 12 alias pesawat diisi 12. Karena memang berisikan 12 orang penumpang. Para pilotnya mas-mas bule cakep. Ada yang berasal dari Italia.

Menaiki pesawat jenis ini, tidak ada peragaan mengenakan bagaimana mengenakan sabuk pengaman dan alat pelampung. Si Mas hanya bilang dalam bahasa Indonesia sengaunya, "dalam kondisi darurat, alat pelampung ada di bawah tempat duduk Anda"

Dan, kedua mas ini akan menyetir pesawat berbaling-baling ini dengan santainya. Kadang dia mengunyah kacang rebus yang dia masukkan ke dalam botol Aqua. Kadang mereka sambil potret ke kiri dan ke kanan.

Dari Kendari, penerbangan hanya membutuhkan waktu 40 menit. Kita kemudian bisa mendarat di Bandara Matahora, Pulau Wangi-Wangi. Bandara ini masih dalam proses pembangunan.

Monday 31 August 2009

Kendari!


Sebelum kita ke Wakatobi, harus transit semalam di Kendari karena pesawat Susi Air ke Wakatobi hanya terbang pada jam-jam tertentu. Yaitu pada tiap hari jam 8.30 WITA. Hanya saja, pada hari Selasa dan Kamis, baru terbang pada pukul 16.00 WITA.

Ketika kita mendekati bandara Wolter Monginsidi Kendari, yang nampak hanya perbukitan dengan hutan yang lebat. Menurut Pak Ruslan, contact person di Kendari, bukit itu tidak bernama. Biasanya, orang Kendari kalau memberikan nama pada sebuah tempat, pasti ada peristiwa tertentu. Pemberian nama akan mengingatkan orang pada satu kejadian.

Bandara Monginsidi (seperti gambar atas), tampak baru. Bahkan belum selesai 100 persen. Landasan pesawat juga nampak baru. Bandara ini berada di Kabupaten Konawe Selatan, tetapi merupakan lahan Angkatan Laut. Mirip Juanda pada jaman dulu-lah. Pendapatannya, dibagi antara ketiga belah pihak: pengelola bandara, AL dan pemda Konawe Selatan.

Kota Kendari merupakan ibukota Sulawesi Tenggara. Namun, tidak mirip dengan ibukota propinsi. Berbeda jauh dengan Makassar yang merupakan ibukota Sulawesi Selatan. Suasana Kendari seperti kota kecil di Jawa Timur. Seperti Tulungagung.

Untuk menuju tengah kota saja, butuh waktu 30 menit dengan naik taksi. Jalan berkelok-kelok. Kiri kanan jalan masih banyak lahan kosong. Sepi sekali. Taksi sebenarnya juga tidak melaju dengan cepat. Santai saja. Tujuan kita Hotel Imperial, di Jalan Ahmad Yani.

Di Kendari ini, agak susah untuk menemukan tempat makanan yang "maknyus" Beda jauh dengan Makassar yang kaya dengan makanan yang enak-enak. Kita tinggal pilih saja. Mau ikan bakar, mau mie titi, ingin sarrabba, ingin songkolo, ingin ngopi di Phoenam, ingin cotto, ingin sop konro, ingin sop bersaudara, atau jenis makanan yang lainnya. Semuanya tersedia. Anda tinggal pilih. Kalau Anda tidak memiliki pantangan makanan, bisa saja mencoba semuanya.

Jujur, di Kendari belum ketemu tempat makan dengan masakan mak nyus. Yang agak lumayan adalah RM Aroma yang terletak di samping Hotel Plaza Inn. Rumah makan ini menyediakan masakan khas Suku Tolaki, suku asli Kendari. Lumayan juga. Ada ayam yang dimasak asam dengan kendondong (duh, lupa namanya) dan ada juga ikan palumara (tidak beda jauh dengan asam-asam bandeng di Jawa Timur). Disediakan juga sononggi (berupa bubur sagu). Orang Tolaki, biasanya makan bubur sagu dengan kuah ikan, dan juga sayur bayam.

Terkait dengan places of interest, agak bingung juga. Sepertinya, baru menemukan Kendari Beach. Itupun kalau malam gelap minta ampun. Tidak ada apa-apa. Orang disana juga tidak seramai di Pantai Losari, Makassar. Rumah makan terapung di pinggir pantai juga bukan pilihan yang baik untuk makan. Bersama dengan seorang teman pernah mencoba pesen minuman disana. Saya pesan juice jeruk, dan ternyata oh ternyata saya dikasih air nutrisari. Sedangkan teman saya memesan kopi. Sayangnya, kopi tidak disajikan dalam cangkir atau minimal gelas biasa. Akan tetapi disajikan dalam gelas sirup berkaki! Baru setelah kami menikmati minum yang "menyedihkan" itu, kami justru mendapatkan kalau di sepanjang pantai banyak terdapat makanan kaki lima yang umumnya menyediakan makanan dari Makassar. Seperti pisang epek, dan sarabba. Tidak ketinggalan ikan bakar! Sayangnya, perut kami sudah penuh dengan makanan yang kami beli di RM Sulawesi. Rumah makan ini, juga bukan pilihan yang baik. Sudah begitu, harganya mahal!

Kalau Anda ke Kendari, jangan harap akan menemukan mall. Kalau di Makassar masih agak lumayan. Ada Mall Panakukang, dan Mall Ratu Indah (MARI). Sedangkan di Kendari, hanya ada Mandonga Mall. Mall ini hanya dua lantai. Lantai bawah untuk jualan VCD dan kaset. Sedangkan lantai dua, hanya untuk berjualan baju. Dibuat mirip-mirip kios. Kalau dilihat, lebih cocok disebut pasar, hehehe.


Salah Siapa Ini?

Temans, semakin banyak saya bepergian ke pelosok negeri ini, semakin saya sadar betapa indah dan cantiknya negeri ini. Ketika saya naik Cesna 280, dan terbang rendah di atas Laut Banda, betapa saya berdecak kagum melihat yang ada di bawah saya. Ada hutan tropis yang warnanya hitam karena lebatnya, pulau-pulau kecil tak berpenghuni, pantai-pantai dengan pasirnya yang putih, warna air laut yang hijau dan biru sehingga kita bisa melihat ikan-ikan kecil dan coral yang ada di bawah sana.

Saya juga semakin sadar, kayanya budaya kita. Adat istiadat. Buku geografi jaman dulu memang benar. Kita ini negara yang juga kaya budaya. Tak hanya itu, alam gastronomi kita sungguh-sungguh kaya. Masakan-masakan dari hasil laut yang segar, sampai dengan masakan-masakan berkuah santan nan greasy dan mlekoh. Juga kopi, yang kualitasnya tidak ada duanya. Kopi Indonesia selalu mantap. Tidak light atau ampang seperti kopi Siam dan Vietnam. Apalagi kopi ala Starbucks.

Semakin saya jauh ke dalam, saya semakin cinta dengan negeri saya ini. Dan, ketika tiba-tiba banyak kebudayaan kita di klaim negeri sebelah, saya jadi bertanya, ini salah siapa sebenarnya? Sedikit banyak, kita sendiri juga ikut berkontribusi.

Pasalnya apa? Ah, banyaklah... Dulu, ketika saya suka baca catatan Umar Kayyam tentang kedutaan-kedutaan Thailand di luar negeri berjualan durian. Mereka promosi potensi negara mereka. Sedangkan, orang deplu kita tidak melakukan hal serupa untuk promote potensi kita.

Ketika Malaysia pasang iklan pariwisata besar-besaran lewat banyak tipi -termasuk tipi nasional kita- pemerintah kita juga sepertinya kurang bisa menandingi upaya negeri tetangga itu. Di Surabaya saja, banyak saya temui poster besar-besar negeri jiran itu. Untuk datang dan berbelanja di sana. Sementara itu, tak juga saya temui banner dan poster Visit Indonesia 2009. Iklan di tipi juga begitu. Yang ada malah iklan branding Jakarta. You can do everything in Jakarta itu. Lalu, apa kerjanya Departemen Pariwisata dan Deplu? Adanya kasus klaim oleh negara sebelah juga direspon dengan lambat.

Saya sempat chatting juga dengan seorang teman yang tinggal di Jerman, tentang keindahan negeri kita -dia juga seorang traveler- dan betapa biasanya objek-objek wisata di luar negeri yang katanya terkenal itu. Bahkan menara Pisa pun hanya menarik karena dia doyong. Lainnya tidak. Kata dia, itu memang karena bule-bule itu pintar bikin promosi dengan brosur-brosur bagus. Soal potensi, masih kalah bagus dengan Indonesia. Memang benar, kalau negara-negara di luar sana memiliki kelebihan. Seperti sistem transportasi dan tata ruang yang jauh lebih bagus dari milik kita. Tapi, kita juga harus sadar, kalau kita memang kekurangan kemampuan untuk marketing dan branding.

Kalau sempat terdampar di Wakatobi atau pulau kecil-kecil lainnya di Indonesia, Anda akan menjumpai bahwa sangat sedikit sekali turis Indonesia. Rata-rata memang bule. Saya sering heran kenapa. Tapi, seharusnya saya tidak perlu heran, karena orang Indonesia rata-rata kurang senang liburan yang adventurous. Senangnya, liburan dan belanja. Nah, daripada uang untuk membeli tiket ke Indonesia Timur yang relatif mahal dibandingkan ke Singapore atau Malaysia dan menjalani liburan dengan fasilitas seadanya dan tidak pasti, lebih baik, membuang uang ke Singapore atau Hongkong. Jadi, sebenarnya sangat wajar, kalau kemudian banyak pulau-pulau kita dibeli oleh asing, karena kita tidak suka pergi ke pulau-pulau itu.

*moral of the story: saya harus bisa renang dan diving tahun ini*

Monday 24 August 2009

Traveling Memang Selalu Indah

Jalan sendiri atau diuruskan, liburan memang selalu indah. Karena, kemarin Minggu, dan aku malas keluar. Menjelang buka puasa, aku iseng-iseng buka-buka buku jaman dulu. Uppsss... coba tebak apa yang aku temukan? Oh, itinerary waktu traveling ke Thailand. Ya jadwal-jadwal kereta, bus, nomor telepon hostel, jalur bus, etc...etc. Tidak ketinggalan juga, tiket Air Asia! Oh, jadi teringat masa-masa itu.

Hal yang kita ingat adalah, kita bertiga terdampar ke Suvarnabhumi Airport seperti terlempar ke masa yang lain. Dari sumpeknya Soekarno-Hatta sampai ke modern Suvarnabhumi ini. *Kemudian baru tahu, kalau teryata, ada bandara yang lebih keren lagi, Incheon di Seoul, Korea Selatan*

Kembali ke masalah itinerary itu, aku jadi teringat Bebe yang menggotong-gotong koper warna merahnya, aku yang terseok-seok dengan tas fitness (I have problem with my back, so I decided to use travel bag instead), dan Emmy dengan tas ransel besarnya dan travel bag-nya. Menaiki jembatan penyeberangan di depan Pratunam Centre. Diantara gajah-gajah. Whuppp...whuppp... Ingin tertawa sendiri rasanya.

Terus juga nemu tiket masuk Grand Palais. Heran kenapa, yang teringat di benakku, justru cowok dan cewek yang dengan tegangnya bertengkar dengan Bahasa China. Whussss... di tengah udara bulan Agustus Thailand yang dahsyat panasnya.

Terus nemu tiket terusan ferry di Chao Praya. Tiket yang membawa kita seharian tidak keluar dari sungai. Kesana kemari ikut rute yang enak. Sampai akhirnya, kita terbawa hampir ke arah luar kota. Untung, di Thelwes kita tersadar. Karena Thelwes sebenarnya juga sudah tidak masuk dalam tourist map. Kalau kita tidak tersadar disana, kemungkinan besar kita akan terbawa ke arah luar kota. Karena ternyata sungai Chao juga menghubungkan Bangkok dengan wilayah-wilayah di sekitarnya.

Ah ya, aku juga nemu beberapa bon makan..... Ah, betapa indahnya masa-masa itu. Liburan memang selalu menyenangkan. Setidak enak-enaknya liburan, masih tidak enak tidak ada waktu untuk liburan.

Am I Too Old Traveling?

Ketika membaca buku Trinity, The Naked Traveler dan bicara mengenai telatnya umur orang Indonesia untuk traveling, terutama traveling ke luar negeri. Benar juga. Miss T tidak salah. Kata Miss T, kita bisa traveling ke luar negeri kalau sudah bekerja selama beberapa tahun dan setelah didahului dengan masa menabung. You are definitely right, Miss T!

Aku, memulai traveling ke luar negeri ketika berumur 26 tahun. Travelingnya juga tidak jauh-jauh amat. Cukup ke negeri di seberang air besar. Singapore sama Malaysia. Itupun setelah direncanakan dengan cukup matang selama 6 bulan, bersama dengan tiga orang teman cewekku. Masa, umur segini belum pernah pergi ke luar negeri.

Tentu saja, itu adalah perjalanan independent. Selama beberapa bulan, Nadia browsing ini dan itu. Booking hotel dan tiket dengan kartu kredit Sophie (ah, hanya Sophie yang punya kartu kredit waktu itu). Saat yang kita pilih liburanmu juga waktu peak season, Tahun Baru!

Selama satu minggu traveling, kami sudah hitung dengan manis dan matematis diatas kertas kemana kami semua akan pergi. Nadia, orang yang sangat terencana membuat jadwal ini sangat enak. Dia bahkan menghitung berapa waktu yang dibutuhkan untuk kesana dan kesini. Misalnya saja, lama penerbangan dari Surabaya ke Batam, terus dari Bandara Hang Nadim ke terminal ferry Batam Centre. Dengan menggunakan perencanaan ini, kita bisa estimasi jam berapa kita akan sampai di negara tetangga. Dari hitungan Matematis, mulai dari flight jam 7 pagi, kita dipastikan sampai di Singapore jam 3 sore. Itu karena ketika kita menyeberang sebelum jam 12, masuk ke imigrasi Singapore belum begitu padat.

Liburan di Singapore-Malaysia yang merupakan liburan kami ke luar negeri, kami catat dengan baik dan buruk. Penuh dengan kenangan deh... Termasuk kenangan tentang masuk angin berjamaah yang menyerang secara bergantian.

Traveling kedua tahun kemarin itu ke Thailand. Bersama Bebe dan Emmy. Traveling ini juga didahului dengan masa-masa menabung, dan booking tiket promo jauh-jauh hari sebelumnya. Jadi, Jakarta-Bangkok PP hanya kena Rp. 760 rebu, dengan pesawat versi gerobak, Air Asia.

Mengingat pengalaman traveling 2006 yang lalu, coba buat deh itu itinerary. Tapi, ternyata teman-temanku tidak ada yang respon. Ya sudahlah. Ehh..ternyata, semuanya berjalan off script atau jalan di luar rencana. Ah, tapi asyik juga. Jalan kesana kemari tanpa tujuan. Hanya kalau butuh pergi ke tempat ini cek di website. Site-site yang awalnya ingin kita kunjungi gagal total berantakan. Kita juga bukan orang yang pagi-pagi jam 6 bangun terus jalan. Tapi, orang-orang pemalas. Jam 10 siang baru mulai jalan. Waaaa....rugi kali, sudah jalan jauh, di luar negeri masih suka molor. Tapi, harap maklum, jam 12 malam kita baru pulang dari jalan. Belum lagi karena faktor USIA. Yang kalau malam baunya Counterpain semua.

Jalan bareng sama teman-teman sepanjang 2009 ini lebih banyak di dalam negeri. Mengingat, krisis moneter internasional. Hah, secara aku diingatkan seorang teman "Jangan pergi dekat-dekat. Kapan kamu akan sampainya pergi jauh??" Ah, benar juga.

Perjalanan terjauh akhir tahun kemarin ke belahan bumi Amerika juga atas kebaikan donor dengan embel-embel short term scholarship. Sayangnya, memang too short. Satu minggu saja. Sampai hari Sabtu malam, Minggu pagi berikutnya sudah harus kembali ke tanah air. Yeah, tapi lumayan. Kapan bisa ke negera Obama lagi, di masa-masa setelah Pemilu dan menjelang Inaugurasi? Tapi, intinya perjalanan yang terakhir ini enak sekali. Tidak terlalu sengsara. Karena semua sudah diurusi. Mulai dari tiket, penginapan, asuransi, bahkan sampai dengan wawancara Visa saja ditungguin, dan bisa dipastikan Visa bakal keluar. Kita hanya butuh datang di tempat yang sudah dijanjikan. Hmmm...

Friday 21 August 2009

Dikomplain Tukang Pijat

Aku tidak, apakah pijat itu hobby atau kebutuhan. Yah, pokoknya saja aku suka sekali dengan pijat. Kalau badan rasanya sudah tidak nyaman, sudah saatnya aku nyetor duit ke tukang pijat. Aku punya beberapa langganan tukang pijat. Tentunya, sebelum menemukan tukang pijat harus melakukan trial and error tukang pijat yang enak.

Nah, sebenarnya, aku tidak hanya suka pijat saja. Tapi juga aktivitas lainnya yang berbau pijat-memijat. Seperti cream bath atau spa. Biasanya, kalau di pijat refleksi, tukang pijat adalah laki-laki. Aku mungkin hampir telah menjajal lebih dari separo tukang pijat refleksi Kertajaya. Mereka kalau pijat aku tidak masalah. Meski, pernah kena komplain satu kali waktu aku kecapekan pulang dari US. Si tukang pijat sampai berdiri dan mengeluarkan seluruh tenaga dia, karena tubuhku kaku semua.

Nah, akhir-akhir ini, ketika aku dipijat perempuan, aku sering mendapatkan komplain. Yang paling jelas dan tegas waktu spa di Bali. Tukang pijat Happy Salon, si Kadek bertanya
"Aduh, tubuh Mbak-nya keras sekali. Olahraga ya Mbak?" Belum sempat aku jawab, si Nadia dan Sophie sudah bilang "Iya, dia itu tukang fitness kok..."
"Ooooo.. pantesan..." jawab si Mbak sambil terus memijat-mijat tubuhku. Untung, tubuh si Kadek besar, jadi dia tidak masalah dengan tubuhku yang keras itu.

Masalah baru terjadi hari Minggu kemarin di Jakarta. Daripada bengong nunggu Intan hair extension, aku sekalian saja creambath. Yang creambath rambutku, orangnya kecil. Ketika dia mengurut kepalaku, tidak masalah. Meskipun menurutku kurang keras. Nah, gilirannya dia memijat punggungku, dia sampai gerak ke kanan dan ke kiri, dengan semua tenaganya. Akan tetapi, tenaga yang dia keluarkan itu sepertinya tidak sepadan dengan hasilnya. Ah, kasihan sekali anka ini. Aku masih diam saja. Terus akhirnya aku tanya ke dia,
"Bagaimana, kuat tidak pijat?"
"Ah, Mbak jangan gitu dong. Kuat lah saya pijat Mbak...:"
"Ya sudah kalau begitu." Kemudian, dia terus saja memijat. Tapi, lama-lama, tidka tega juga melihat dia. "Sudah, berhenti saja. Pijat saja tangan"

Pas dia memijat tangan ini,baru ketahuan apa yang ada di dalam benaknya. "Mbak ini olahraga apaan sih, kok ototnya sampai keras banget?" Saya jawab saja, "jogging"
"Ah, masak jogging bisa sekeras ini"
"Ya bisa dong. Kalau tidak percaya, coba saja jogging tiap pagi..." Tapi, dia menggeleng-geleng. Tanda tidak mau.

Yang mengejutkan aku, ternyata untuk creambath sejam itu tarifnya hanya Rp. 15 ribu. Gila, di belantara Jakarta masih ada creambath seharga itu. Apa dia tidak rugi? At the end, creambath-ku justru digratiskan karena tarif untuk hair extension Intan sudah mahal.

Wednesday 19 August 2009

How to Start a Day

Bagaimana untuk memulai sebuah hari? Sudah beberapa hari ini, aku mulai mejadi coffee addict lagi. Selalu saja ada secangkir kopi di meja, di sebelah komputer. Setiap hari, aku mulai dengan rutin yang sama. Sarapan. Bisa ringan, bisa berat. Tergantung perut mintanya seperti apa.

Begitu datang, langsung menyalakan laptop, dan mencari koneksi ke wireless. Tapi, sudah dua hari ini agak susah konek ke wifi dari laptop. Entah, apa yang terjadi dengan laptopku. Sepertinya, dia agak remuk. Yah, laptopku juga membutuhkan diri untuk istirahat. Hasilnya, aku harus mengetik ke Bangku Kosong. Alias meja yang tidak ada penghuninya. Meja yang kalau diduduki penghuninya tidak akan tahan lama.

Hari ini, beberapa hal harus dibereskan. Seperti, jadwal ke Wakatobi minggu depan dan jadwal rekaman untuk pembuatan iklan. Semuanya harus beres dalam minggu ini. Jadwal ke kabupaten kepulauan itu sudah beres. Dari Kendari ke Wakatobi, aku sudah minta tolong Pak Ruslan untuk pesankan tiket Susi Air. Dari Surabaya, masih belum tahu.

Setiap pagi, memang harus dimulai. Dengan apapun. Dalam beberapa hari ini, kopi telah memulainya. Kopi bisa lebih menenangkan aku. Sampai detik ini, aku masih harus duduk dan diam sebentar untuk mengumpulkan kembali energi-energiku yang telah habis. Jujur, setahun belakangan ini, aku telah menghabiskan semua energi yang aku miliki, untuk tujuan itu.

Aku tidak menyesal, karena semua tidak seperti yang telah aku rencanakan dengan baik dan matang. Aku, hanya saja merasa sangat capek. Capek sekali.

Aku hanya butuh beberapa saat untuk diam. Sebelum, aku membuat kembali lompatan jauh ke depan. Ya, aku tahu, kalau hidupku tidak akan berhenti disini.

Aku hanya tahu, pagi ini aku memulainya dengan secangkir kopi. Membiarkan cairan berwarna hitam itu mengaliri tenggorakanku yang kering. Bercampur dengan ludahku, dan kemudian masuk ke dalam sistem pencernaan. Tidak seberapa lama, kafein akan mengalir ke otakku. Dan, membiarkan semua yang ada di dalam otakku tertuang dalam tuts-tuts keyboard komputer. Aku tidak tahu, apa yang akan keluar itu. Aku hanya ingin menulis saja. Aku tahu, menulis akan membuatku menjadi lebih baik.

Sama seperti melukis. Sayangnya, aku tidak bisa melukis. Aku hanya bisa menulis. Itupun, bukan sebuah tulisan yang bagus. Hanya sebuah kalimat demi kalimat yang popped di dalam otakku. Seringkali, ide-ide yang tidak elit, hehehe. Aku hanya tahu, kopi bisa menjadi endorfin. Yang membuat merasa senang dan gembira.

Aku, hanya tahu itu. Sudah. Cukup.

Sebentar lagi, aku ingin kembali merangkai semuanya. Semua mimpi itu. Karena aku hanya tahu, orang-orang sepertiku, hanya karena mimpi-lah tetap bisa hidup dan bertahan.

Well, I think I have gotta back to work. I have to make some scenario on my documentary film, as well as the story line.

Tuesday 18 August 2009

Spontaneus Jakarta-3

Pagi-pagi harus meninggalkan rumah Donny. 17 Agustus. Semua orang harus upacara. Donny juga harus upacara karena dia bekerja di bawah Astra Group yang para bos terkenal sangat nasionalis. Karena mbarengin Danur yang upacara jam 7 pagi, kita berangkat dari rumah jam 6 pagi.

Sementara itu, Nisha dan aku akan bertemu di ITC Cempaka Mas. Untuk selanjutnya kita ke rumah dia di Sumurbatu. Nisha baru tinggal di tempat ini selama satu bulan. Dia pindah dari kos lamanya di tempat Mimi di Cikini. Dia tinggal berdampaingan dengan nenek dan budhe-nya. Rumahnya merupakan tempat dengan tiga kamar. Barang-barang masih belum dibereskan. Masih bertebaran di lantai. Oh, sudah lama sekali aku tidak ketemu dengan Nisha. Lebih dari satu tahun. Sepertinya, ketika aku training terakhir untuk BEE Project di Treva itu. Kita ngobrol sampai malam di TIM, tepatnya di warung Mas Min.

Seharian yang dilakukan di Sumurbatu adalah menoton Broken English, craving brownies, minum teh dan bicara hal-hal tidak penting. Nah, Broken English adalah film yang menarik. Dibintangi oleh Posey Parker. Bercerita tentang seorang perempuan bernama Nora. Dalam usianya yang sudah 30 lebih. Nora selalu berhadapan dengan lingkungan kalau orang-orang telah menikah ataupun sudah berpasangan. Sementara dia selalu bertemu dengan orang-orang yang salah. Dia juga terjebak dengan pekerjaan yang sama selama 6 tahun di sebuah hotel. Pekerjaan dia dirasa sangat membosankan.

Sampai pada suatu ketika dia bertemu dengan pria Perancis bernama Julien. Pria ini banyak membukakan banyak hal dalam kehidupan Nora yang memang sangat membosankan. Bahkan, Nora, tidak pernah menikmati hidupnya. Sampai kemudian Julien harus kembali ke Perancis. Nora ditinggalkan lagi oleh satu orang lelaki. Julien mengajak Nora untuk ikut bersamanya ke Perancis. Hanya karena alasan pekerjaan, Nora menolak ajakan Julien. Dia kemudian hanya meninggalkan alamanya kepada Nora.

Perginya Julien membuat hidup Nora semakin kosong. Namun, tiba-tiba dia merasakan kalau hidupnya selama ini ya itu-itu saja... Sampai akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya, dan pergi dengan temannya Audrey ke Perancis.

Nahas bagi dia, dia kehilangan alamat Julien ketika dia di Perancis. Hidupnya tambah tidak tentu. Akan tetapi, ketika Audrey mengajak dia pulang, Nora memutuskan untuk tetap tinggal di Paris meskipun dia tidak tahu, akan melakukan apa di kota ini.

Perginya Audrey, membuat Nora menikmati setiap detik hidupnya. Dia pergi ke galeri. Dia berteman dengan orang baru, minum bersama di cafe atau di bar. Bahkan saling bercerita tentang banyak hal. Dia menemukan begitu banyaknya orang di Paris yang tidak membosankan dan baik hati. Tidak ada yang menipu dan membohonginya. Bahkan, dengan seorang lelaki setengah baya yang dia temui di sebuah bar yang mentraktir dia minum. Sampai tiba waktunya bagi Nora untuk pergi meninggalkan Paris.

Ketika berada di kereta untuk ke bandara, dia bertemu dengan Julien. Mereka sepakat untuk keluar dari kereta dan pergi ke sebuah cafe, for one more drink. dan, Nora tahu kalau dia telah ketinggalan pesawat.

*********

Film ini banyak menghadirkan visual yang gloomy karena memang para tokoh disana juga menjalani kehidupan yang gloomy. Orang-orang berperilaku dengan sangat datar. Tidak ada adegan yang dramatis. Semua seperti sebuah kebetulan saja. Seperti saat Julien dan Nora pada akhirnya bertemu di dalam kereta. Waktu itu, Nora hanya duduk di kursi penumpang. Julien tiba-tiba masuk, dan duduk di tempat yang lain. Nora melihatnya, dan mendatangi Julien. Ketika Nora mendekatinya, Julien hanya santai saja. Dan bertanya, apa yang sedang Nora lakukan di Paris, dan kenapa dia tidak menghubunginya. Film ini jauh dari kesan dramatis Hollywood. Dan, meskipun film ini salah satunya ber setting New York, tapi tidak kelihatan kalau tempat itu ada di New York. Dari keseluruhan adegan shoot di NY, hanya nampak jelas Yellow taxi sekali, dan patung Liberty sekali.

*********
Setelah seharian bermalas-malasan nonton DVD, aku sampai lupa mengabari Arie selama aku di Jakarta. Akhirnya, jam 2 kita cabut ke bandara. Kita membunuh waktu di Solaria Bandara. Eh, ternyata flight ku telat lagi, 50 menit. Disini, kita banyak bicara mengenai piliha hidup dan passion. Dan, Nisha adalah orang yang sangat mengenalku dengan baik. Mengetahui passion ku dengan baik, dan dia setuju tentang langkah ke depan yang akan aku ambil. It's time to go home. I had a very awesome weekend in Jakarta. Everyone was happy. Finally, landed safely in Surabaya after few turbulences.

Spontaneus Jakarta-2

Malam itu, aku menginap di Tika. Kulkas dia baru. Rumah petaknya sekarang sudah mulai penuh dengan barang-barang. Juga sudah ada TV dan DVD player. Aku lihat, kulkasnya penuh dengan bahan-bahan makanan. Ada berbagai macam makanan beku, susu, keju, dan lain-lain. Mirip dengan aku ketika baru saja beli kulkas. Penuh dengan bahan-bahan makanan karena kita takut kelaparan. Aku tertawa saja, mengingat sekarang kulkasku hanya berisi barang-barang yang penting saja.

Pagi hari, kita masak oseng-oseng ikan asin yang memang rasanya sangat asin. Karena ikan ini, semuanya menjadi bau ikan asin. Bau ikan asin tidak mau hilang dari tangan kami. Walaupun sudah kita gosok dengan sabun. Parah.

Jam 10 Donny dan Intan menjemputku. Dan, sempat membuat Jalan Bendi macet beberapa saat. Karena aku belum merapikan semua barang dan tidak sempat memakai sepatu, akhirnya aku berlarian di atas aspalt

We did not have idea where to go. Akhirnya, kita ke Cilandak Town Square (CITO) untuk nonton Merah Putih. Film kolosal perjuangan yang diproduseri oleh Hasyim Djoyohadikusumo. Dibintangi oleh Donny Alamsyah, Lukman Sardi, Darius, Zumi Zola dan anak Hasyim, Saraswati Rahayu. Karena melibatkan orang-orang Hollywood, lumayan untuk lighting, sound, efek visual, dst. Pokoknya tidak norak seperti pada umumnya film Indonesia.

Hari itu, kita menghabiskan waktu dengan makan, creambath dan jalan. Pokoknya, hal-hal yang menyenangkan lainnya. Malamnya, aku menginap di Donny. Rencana awal, akan menginap di tempat baru Nisha di Sumurbatu. Tetapi karena Maghrib masih di Bekasi, dan susah untuk ketemu di daerah tengah, akhirnya aku memutuskan untuk menginap di Donny. Apalagi, kamar sudah disiapkan. Donny sudah agak ngambek waktu aku bilang akan menginap di Sumurbatu.

Spontaneus Jakarta-1

Pergi ke Jakarta saat long weekend sangat menyenangkan. Jakarta sepi. Tidak ada kemacetan. Tidak ada gerombolan orang disana-sini. Benar-benar Jakarta kehilangan sejumlah besar manusia. Oh, pada kemana semua manusia itu? Jadinya, nyaman sekali.

Pergi ke Jakarta kali ini merupakan bagian dari janji yang aku tebar ke teman-teman di disana. Jika, in the middle of 2009, aku akan mengunjungi mereka. Selain, aku juga sudah kangen dengan mereka semua. Aku memang sedang butuh penyegaran.

Pesawat sempat delay 45 menit. Padahal, dari kantor sudah cepat-cepat menuju bandara. Lewat tol. Jam setengah satu sudah sampai bandara.

Jam 5 baru sampai Jakarta. Untung tidak perlu menunggu waktu lama bis jurusan blok M datang. Bis Damri bandara kelihatannya baru mengalami pergantian. Tidak lagi apek seperti biasanya. AC nya juga lumayan dingin. Tapi, tiketnya naik menjadiRp. 20 ribu. Sebelumnya Rp. 15 ribu. Karena jalanan tidak macet, hanya dibutuhkan waktu satu jam untuk sampai di Blok M. Tika sudah menunggu disana. Ketika pertama kali melihatku, dia bertanya dengan terkejut, "Mana barang bawaanmu?" Dia hanya melihatku membawa tas Adidas yang berisi laptop, dan tas kecil tempat sepatu warna merah yang biasanya aku isi perlengkapan fitness. "Ya ini bawaanku..." Dia geleng-geleng, "Wow, aku terkejut melihatnya.."

Dari blok M kita lansung ke Jatet (JakartaTheatre) seberang Sarinah. Tika ada acara disana, liputan acaranya LG Mobile. Dari blok M, kita cukup naik Trans Jakarta koridor 1. Setibanya disana, acara belum mulai. Awalnya, aku menolak ajakan Tika untuk ikut ke acara dia. Mending aku menunggu Wahyu dan Dicky di Oh La La Cafe di bawah. Tapi Tika insist. "Sudah, kamu ikut saja. Kamu makan saja dengan santai. Aku sudah bilang sama Reynaldi (PR LG), kalau aku akan bawa teman.." Jadinya, aku masuk ke dalam acara itu dengan name tag, MEDIA.

Ketika sampai di ballroom, Tika langsung mempersilahkan aku makan. Untung sekali aku tidak membawa banyak barang. Hanya dua tas kecil saja. Sehingga tidak perlu repot dengan membawa barang-barang. Karena Jakarta bukan lingkungan sosialku, aku tidak perlu berbasa-basi dengan banyak orang. Aku langsung mengambil piring untuk makan. Lalu, mencari tempat di pojok untuk makan. Jujur, aku lapar sekali. Kacang rebus yang aku beli di Blok M tidak cukup kenyang untuk mengganjal perutku.

Ketika aku sedang enak-enak menikmati makan, tiba-tiba seorang lelaki mendekatiku. Dan, bertanya kepadaku seperti layaknya seorang teman lama. Gayanya agak endang-bambang.
"Enak tidak nasi gorengnya?"tanyanya sambil menunjuk-nunjuk piringku. Seakan-akan dia mau mendaratkan sendoknya di piringku.
"Belum aku coba" Karena saat itu, aku baru mulai makan, dan baru mengunyah brokoli. "Bentar aku coba" Lalu aku coba nasi gorengku. "Enak. Lumayan. Saladmu bagaimana?" Dia sedang memakan salad.
"Eduuunnnnn...." jawabnya dengan manja. Aku melongo.
"Edun itu apaan sih?"
"Enak bangetttt...." jawabnya sambil mencolek-colek aku. Tika memandangku dari kejauhan. Dia juga agak mengkerut-kerutkan keningnya. "Eh, kamu dari media ya?"
"Ya, kamu?"
"Aku make up artis..." Aku mengangguk-angguk.
"Kamu belajar dimana?"
"Otodidak. Dulu, aku pernah ikut dalam pembuatan Sinetron Dewi Fortuna. Itu tuh, yang bintangnya Bella Saphira, Putri Patricia sama Didi Riyadi. Aku dulu mau ikut disana, karena aku tergila-gila dengan Didi Riyadi"
"Kalau sekarang?"
"Ah, sudah tidak lagi. Didi Riyadi mah sudah tuwir." jawabnya genit.
"Lalu, idolamu sekarang siapa? Dude?"
"Enggak..enggak mau sama Dude. Dude terlalu cewek" jawab lelaki itu sambil menggerak-gerakkan jari kelingkingnya. Lalu tertawa genit "Kalau aku sih suka Teuku Wisnu..." Aku jadi ingin tertawa yang keras.

Dari kejauhan Tika melihatku dengan heran. Ketika si cowok yang tidak pernah aku tahu namanya itu sedang pergi mengambil makanan lainnya, Tika mendekatiku dan bertanya,
"Siapa dia, Mon?"
"Katanya sih make up artist. Aku tidak tahu siapa namanya. Memang kenapa?"
"Aku pikir, dia teman lamamu...." Lalu, kita terkikik.

Ketika sedang asyik craving cakes, Wahyu menelpon. Dia sudah di Oh La La rupanya. Aku bilang sama Tika kalau aku turun dulu ke bawah. Ketika sampai di meja resepsionis, orang LG memanggilku.
"Mbak-nya mau kemana?"
"Ada telepon mendadak dari kantor. Kenapa Mbak?"
"Sebentar Mbak..." Katanya sambil merogoh-rogoh laci meja dia. Dia mencari-cari uang yang biasanya diberikan kepada media. Eh, ya ampun.
"Tidak usah, Mbak. Terima kasih. Ini saya harus buru-buru ke kantor"
"Kalau boleh tahu, Mbak-nya dari media apa?" Waduh, aku bingung harus jawab apa. Spontan aku jawab Indopost.
Si Mbaknya dengan pedenya bilang "Oh gantinya Mas Cep ya?"
"Ya" jawabku sambil lari dan tanpa pikir panjang.

Sementar aku turun, Wahyu sudah duduk di Oh La La dengan segelas susu dingin. Tidak lama kemudian Dicky sama Tika join. Cerita dan curhat-curhatan tambah seru. Tambah malam, Oh La La menjadi tambah aneh. Semakin banyak pria-pria dandy. Kami menghitung uang kecil kembalian. Jumlahnya mencapai Rp. 10 ribu. Ini terjadi, karena kami berkali-kali pesan makanan, dan berkali-kali mendapatkan uang kembalian kecil.

Kita berempat di cafe itu sampai over midnite. Benar kata Iit, kalau banyak orang ke Jakarta untuk belanja, aku ke Jakarta hanya untuk ketemu teman dan nongkrong di cafe. Semua orang memandang kami, dua orang lelaki dan dua orang perempuan. Suatu pemandangan yang agak janggal di Oh La La.

Jakarta yang panas tambah panas.


Saturday 15 August 2009

No Tittle-2

Early in the morning, I got SMS from Hana. She is my best friend niece. She quoted from Paulo Coelho's Brida. When you find your path, you must not be afraid. You need to have sufficient courage to make mistakes. Disappointment, defeat and despair are the tools God user to show us the way.

Suddenly, I wanted to cry. I really need thing to grip. Last night, I dreamed that I cried. But, indeed. I cried. I did not know why I cried. I'm fine. I just need strength to set up again my way. To find a new map. I need the direction. I've just lost my old one...

Friday 14 August 2009

No Tittle

For the last few days, I contemplate about my current live. Is it in the right track? Do I do it with all passion? Suddenly, I found something, that I'm no such big different with Any Sacks, the character in Devil Wears Prada.

For the last five years, I have been with the same job. My work is great. I enjoy it, indeed. But, sometimes, I feel that I'm in the wrong place. For somebody who knows me better, does not believe that I'm dealing with that such issues in my work. I enjoy it since I travel to many places, I meet new people and I do learn from them. I have many wonderful experiences. I earn enough to support my personal life.

But then, I realize that I'm still in the same point. I feel like Santiago, the shepherd, who found that his life had been so perfect. He'd been around Spain with his sheep. Then, he dreamed about finding treasure in Egypt. The, the adventure began. He sold his sheep and went to Egypt. Even though, he did not know anything about Egypt, and how far it is from Spain. The future is unsure, if I can say. But, he was not afraid. He just believed in his dream.

This time, I have to be like Santiago. I have to sell all my sheep. And, catch all my dreams. I know, the future is uncertain.

As an epilog, I remember the last scene in Devil Wears Prada, when Andy threw her cell-phone and left her boss in Paris.

Thursday 13 August 2009

World Best Things

Selain bersama keluarga, ada hal yang sangat menyenangkan dan membuatku bahagia. Teman yang baik, makan makanan enak, dan mandi air hangat. Mungkin juga bisa ditambahkan, minum sparkling langsung dari botolnya.

Teman yang baik dan makanan enak itu biasanya merupakan satu kombinasi. Berkumpul dengan teman yang baik, sambil mengobrol dan menikmati makanan yang lezat. Setelah itu, pulang mandi air hangat. Yeah..yeah, itu adalah hal yang terbaik.

Seperti semalam. Ada kombinasi ketiga hal itu. Ketika pagi hari aku mendapatkan berita yang kurang mengenakkan, aku bilang ke G. Dan, aku bilang untuk setengah "menghiburku". Dia bilang ya. Menghiburku berarti adalah mentraktirku makan. Memang, sudah dari beberapa saat yang lalu dia ingin mentraktirku. Tapi terus saja tertunda. Nah, kemarin sebenarnya memang sudah ada rencana. Awalnya Senin. Hanya saja, Senin kemarin bezoekt Alda. Selasanya Judith tidak bisa karena dia harus ke gereja. Nah, baru semalam waktunya kita untuk having fun.

Aku bilang ke G. "Aku pokoknya mau ditraktir makan enak." Jawabnya, "Beres, makan apapun yang kamu suka..."

Jadilah kita ke Bakerzin. Karena kita sudah begitu bosan dengan makan di Sutos. Yang restonya hanya itu dan itu. Gusti sudah bosan. di Sutos, paling ya ada Baskin, Excelso, Dome atau Izzi. Biasanya, kalau makan di Sutos hanya butuh ambient saja. Semalam, kita hanya ingin makan enak.

Akhirnya, benar-benar terlaksana makan enak. Aku menghabiskan chicken cutlet with potatoes satu porsi, es kopi dengan raisin dan satu warm chocolate cake. Belum lagi mencoba wafel-nya. Wuiiihhh... enak dan kenyang sekali. Warm coklatnya ini yang paling lezat. Coklatnya memang anget. Dibakar. Tapi, coklat dalamnya masih bisa meleleh. Di atas cake dikasih es krim. Jadi, ketika cake itu dipotong, coklat cair di dalamnya akan meleleh, dan bercampur dengan es krim yang juga meleleh karena kena panas. Jadi, melting coklat panas bertemu dengan es krim. Rasanya, tidak bisa dibayangkan enaknya. Yuummmmyyyyyy.......

Setelah itu, baru makan potongan strawberrynya satu demi satu.

Dan, malam berlalu dengan elegan.