Friday 31 July 2009

10 April 2006

I noted that day. 10 April 2006. Tika, Bebe, and I, were sitting in FISIP's gazebo, counted the best and the worst time during our colleges years. We spent the whole afternoon there.

We talked about our plans. Tika with her plans, Bebe too, and off course I did. I told them that I'd like to join the Foreign Affairs. I had prepared for the last a year, by taking foreign language, but English. They laughed. "No, darling. You don't want to go there.... You said that you want to join to NGM. Remember that?" Yeah, I did really remember, very clearly. Since then, I decided not to join that department. I don't why, just it does not fit me.

At the end of our conversation, we pledged, "Let's see each other in Prague, five years from now" We did not know, where the idea came from. We just said so.... We held hands. Like, we never be separated as best friends. And, we did not know, why must be Prague. For us, who sometimes, told ourselves being Socialist, Prague is such an icon. It's the place where Kafka was born. It's a place where Velvet Revolution occured. It's a place where all cultures and thought are mixture. It's a place of beauty. With the beauty of Bohemia in our mind. The place for its crystal. Everything was on our mind.

Mates, the three of us, everyday are chasing our dreams. Tika, is dwelling in Jakarta with her love live and her work as journalist. Bebe, is struggling with her humans right ideas in United Nations (UN) while preparing her leaving on September to UK. And me, is living with all these dreams. The dreams that would take me to places I wanna to be. Dreams of back to the world where leaves falling, the wind blows with its breezing joy and with all those happy faces. The world which smells of pulp and paper. Oh, I love that world.

Everyday, we count about meeting in Prague, 10 April 2011.

Thursday 30 July 2009

Nissa Citta, Temanku

Kemarin sore, menerima SMS dari teman baikku, Nissa Citta. I am sign off from Cikini. Mengartikan, dia tidak lagi tinggal di Cikini. Selama empat tahun belakangan ini, dia memang tinggal di Cikini. Pertama di gang tujuh. Lalu pindah di gang delapan. Kos gang tujuh, aku pernah kesana, tidur di kamarnya yang super sempit, ditemani musik oldies dari anak ibu kos dia yang sangat desperate. Lelaki yang ditinggal minggat istri dan anaknya.

Kos gang delapan, agak lumayan. Punya orang asli Betawi. Halamannya masih sangat luas. Di depan rumah ada pohon mangganya. Dulu, Nissa satu kamar dengan Lusi, fotografer Antara. Teman sejak dari UI Depok. Kos baru ini, lebih dekat dengan TIM.

Karena Nissa tinggal di Cikini, aku semakin sering mampir ke dia kalau pas ke Jakarta. Dekat dengan TIM. Bagiku, TIM adalah sebuah oase di gurun bernama Jakarta. Ketika di TIM, kadang ketemu teman dari Surabaya. Ya para seniman. Ya penulis buku. Ya wartawan. Ya editor buku. Secara kebetulan. Atau barangkali, orang-orang ini sama juga dengan aku, sedang mencari sebuah oase?

Di TIM ini, Nissa mengenalkan aku pada satu-satunya temannya, Mas Min, pemilik warung Nikmat asal Karanganyar. Mas Min dan aku, akhirnya juga berteman. Disana juga, sempat kenalan dengan mahasiswa IKJ yang pernah melakukan affair dengan seorang pembuat movie Tiga Hari untuk Selamanya.

Nissa dan aku, bertemu satu dekade yang lalu. Di Surabaya. FISIP. Retorika. Kami berteman, biasa saja. Sampai akhirnya, dia diterima di UI. Komunikasi. Lalu, dia pindah ke Jakarta Raya. Setelah itu, hubungan kami hanya lewat surat dan kartu pos. Woaaa... sebuah hubungan seperti di masa lalu. Dengan surat, meskipun sudah ada internet. Tapi, menurut kita cara itu lebih mudah dan gampang. Kita bisa menulis kapan saja, tanpa listrik sekalipun. Rekor suratku, 22 halaman!

Ketika dia di UI, aku pernah sekali ke kos dia. Yang di Jalan Margonda. Waktu itu, dia kos di Rumah Makan Ummi. Kos-nya pinggir jalan. Kalau malam, laju truk dan kendaraan besar cukup membuat orang tidak bisa tidur. Dan, ampun ranjangnya mantap, seakan kasur mau meluncur. Kepala sama kaki tinggi kepalanya!

Setelah itu, dia pindah lagi beberapa kali. Sampai akhirnya, di belakang TIM itu. Pindah dari Cikini, bagi dia adalah hal yang sangat memberatkan. Yeah, lingkungna Cikini yang lumayan menyenangkan. Gedung-gedung tua. Coffee Shop. Trotoar yang lumayan lebih lebar. Dekat Gambir. Dan, sebagainya. Aku yakin, dia pasti sangat berat meninggalkan Cikini. Dia juga akan kehilangan TIM, dan orang-orang yang di dalamnya telah dia kenal.

Nissa Citta temanku yang berbakat tapi kadang desperte, akhirnya pindah ke Sumur Batu. Semoga kau memiliki hidup yang lebih baik di Sumur Batu.

Wednesday 29 July 2009

Gara-Gara Ulat Bulu

Beberapa hari ini, di rumahku banya sekali ulat bulu. Dia ada dimana-mana. Ada di kamar mandi. Ada di kamar mandi rumah sebelah. Ada di dapur rumah sebelah, dan ada di tempat cuci baju. Pokoknya, ada dimana-mana. Tidak hanya kecil. Ada yang besar-besar juga. Beberapa sudah pernah masuk ke dalam bak mandiku. Mau tidak, mau aku mesti kuras. Kalau tidak, ya aku dong kegatelen...

So, darimana semua ulat-ulat bulu itu berasal? Olala..ternyata dari pohon mangga manalagi di belakang rumah. Pohon yang ditanam bapak kos ku 10 tahun yang lalu. Tapi belum pernah sekalipun berbuah. Pucuk-pucuk daunnya meranggas karena dimakan ulat ini. Habis daunnya.

Akhirnya, kemarin minta tolong Pak Rus untuk memotong saja pohonnya. Kita berpikir, masalah ulat bulu akan selesai. Tapi, teryata kita salah. Semalam, ulat-ulat itu, melata di kamar mandiku. Dan, di tembok dekat cucian. Dan, satu di dalam bak mandiku. Oh Tuhan... akhirnya, menguras bak mandi lagi.

Well, ulat bulu. Kau kacaukan hari-hariku....

Karena Hidup Bukan Matematika

Mates, hidup penuh dengan ketidakpastian. Karena memang, hidup bukan Matematika. Yang satu ditambah satu sama dengan dua. Masa depan kita adalah sebuah misteri. Kita tidak pernah tahu, apa yang akan terjadi dalam beberapa detik ke depan. Hanya saja, aku percaya, bahwa hidup kita saat ini, dan sebelumnya dipersiapkan untuk "menanti datangnya misteri itu terkuak"

Ketika pada suatu ketika, aku pernah mengungkap pada Bebe kalau aku ketakutan tentang masa depan, dia dengan santai menjawab "Kamu tidak usaha mengkuatirkan masa depan, Emon..." Waktu aku share hal itu ke Tika, dia kurang sepaham dengan Bebe. Akan tetapi, ketika tadi malam aku mulai resah dan gelisah, aku curhat ke Tika via YM tentang perlunya plan B dalam hidupku, Tika bilang, "barangkali Bebe benar. Kita tidak perlu mengkhawatirkan masa depan" Tadi malam, Tika sangat bijaksana sekali. Dia juga bilang begini, "Don't expect too much on the end result.." She was very right.

Aku memang tidak perlu kuatir apapun dengan hidupku. Hidup memang selalu tidak pasti, tapi itulah yang membuat hidup selalu menarik. Dan, memacu adrenalin kita. Aku harus segala siap dengan hidup, seperti apapun rupanya nanti. Tapi, aku harus tetap optimis, aku bisa menjalaninya dengan baik. Dan, yang terpenting, aku harus tetap punya mimpi. Karena, mimpi itulah yang membuat orang sepertiku tetap hidup. Aku tidak punya apa-apa, selain MIMPI.

Saturday 25 July 2009

Ah, Mbak-Mbak Penjual Parfum itu

Semalam, aku pergi ke Sogo lagi. Mengambil parfum miniatur sama Sofie. Sofie pesan Dior Pure Poison dan Night Poison. Aku pesan Pure Poison dan Fahrenheit 32. Harusnya, parfum ini kita ambil beberapa hari yang lalu. Sayangnya, kita tidak sempat untuk mengambilnya. Baru tadi malam kita sempat.

Waktu kita datang, kita langsung ke Mbak Ana. Kita langsung disapa dengan ramahnya. Layaknya nyonya-nyonya yang memakai tas LV. Hihihi. Dia langsung menunjukkan barang pesanan kami. Empat barang untuk kita. Huuhhh...mencium baunya saja bisa membuat bahagia. Kita langsung tersenyum bahagia. Hmmm....

Ketika kita sedang mengobrol dengan Mbak Ana dan mencoba beberapa produk yang lainnya. Siapa tahu, pas ada bentuk mini-nya, kita pas ada duit. Tiba-tiba saja, beberapa mbak-mbak penjual parfum lainnya datang dan mendekati kami. Menawarkan produk miniatur lainnya. Berhubung sudah tidak ada duit lagi, kami menolak dengan halus. Dia bilang, "Ya, pakai kartu, Mbak..." Sudah aku jelaskan kalau aku bukan penganut paham bayar dengna kartu, dia tidak percaya. Dan, tetap memaksa kami untuk melihat barang-barang koleksi dia. Akhirnya, kita manut saja, menuruti langkah mbak parfum bernama Ida.

Ketika kita mengikuti langkah dia, mbak-mbak lainnya bertubi-tubi menawari kami juga. Mereka dengan spontan meletakkan parfum-parfum mini di atas meja. Ada azzaro, ada Dolce dan Gabbana, ada 212, ada Aigner, ada Hugo, dan banyak lagi. Tidak kurang dari delapan parfum dijajar di depan kami. Sofie dan aku terbelalak. Berhubung nafsuku sedang tidak banyak, aku sama sekal tidak tertarik. Sofie, imannya sepertinya sedikit goyah. Hanya, saja dia harus bayar gaji Ali di showroom. Kalau tidak, setan pasti sudah berhasil menundukkan iman dia, hehehe.

Dalam perjalanan pulang kami berdua kembali terkikik pada ulah mbak-mbak itu. Dalam beberapa hal, kami percaya, bahwa para mbak-mbak itu selalu menilai dari penampilan kami. Ketika kami, lewat di depan mereka, tidak pernah sekalipun mereka menoleh. Kecuali, kita pernah sekali saja membeli produk mereka. Mereka akan terus memburu kita. Seakan-akan kita memang memiliki banyak uang. Beruntung kita pernah membelikan barang Mbak Wiwik kapan hari.

Aku masih ingat dengan sangat jelas, ketika beberapa tahun yang lalu, dengan celana pendek, aku berniat membeli parfum di Galaxy Mall. Mbak-mbak itu bertanya kepadaku, "Emang, Mbak-nya punya budget berapa?" Duuhh.... langsung saja aku tinggalkan orang itu.

Friday 24 July 2009

Mimpi Semalam

Semalam, saya bermimpi "sedikit" aneh. Saya merasa traveling bersama dengan para teman perempuan saya. Kami berada dalam sebuah bis berwarna biru yang sangat besar. Kami pergi ke sebuah tempat yang sangat indah. Dari mimpi itu, terdengar bahwa tempat itu adalah Wisata Bahari Lamongan (WBL). Tapi, sebenarnya adalah bukan. Sepanjang jalan, adalah batu-batu karang yang sangat besar. Tapi, seperti kebanyakan mimpi, tidak pernah detail dan jelas. Hanya, tempat itu indah sekali....

Kemudian, tiba-tiba mimpi melompat ke tempat yang lain. Saya tiba-tiba ada dalam sebuah ruangan yang sangat bersih. Arsitekturnya bagus. Tapi, sekali lagi, tidak pernah jelas itu arsitektur mana. Hanya saja, di tembok ada tulisan IQRO' dan ALLAH.

Lalu, aku terbangun karena ingin pipis, hehehe.

Thursday 23 July 2009

Produk Massal

Jujur, hari gini sangat sedikit sekali barang yang diproduksi secara ekslusif. Biasanya, semua diproduksi secara massal. Mulai dari produk-produk fashion baju, sepatu, tas, sampai dengan perlengkapan teknologi seperti HP, laptop, kamera, dan sebagainya. Karena diproduksi massal inilah, baju yang kita kenakan, sepatu yang menghiasi kaki kita, hand phone yang kita pakai berkirim SMS atau laptop tempat aku mengetik ini, memiliki banyak sekali kembaran.

Bermula dari pertemuanku dengan penyewa tenant sebelah di toilet kemarin siang, Mbak Ida. Dia mengenakan kemeja putih. Hmmm... sepertinya, aku mengenalinya. Ya cutting-nya, ya bahannya, ya modelnya. Sepertinya, aku memiliki satu seperti itu.
"Hmm..Mbak, itu kemeja milik Gioxxxxo ya?" tanyaku sambil menyebut satu merk.
"Ah, kok kamu tahu...?"
"Karena aku punya satu" Lalu, kita tertawa. Punya kami hanya beda ukuran saja. Punya dia L dan punyaku M. Pembicaraan berlangsung. Masih mengenai produk massal.
"Aku juga punya celana khakinya looo...." Mataku langsung terbelalak.
"Jangan bilang warnanya krem, dan ada talinya?" Dia langsung tertawa.
"Hahahahaha... kok kamu tahu. Jangan-jangan, kamu juga punya???" Lalu, kita berdua tertawa keras.

Baju yang sama dengan Mbak Ida tidak hanya itu. Kami masih punya satu lagi baju yang sama. Bahkan baju yang ini, terungkap lebih cepat. Dari beberapat bulan yang lalu. Dan, dalam satu hari, kami pernah benar-benar bersamaan memakainya, hehehe. Ngomong-ngomong produk massal, aku juga punya satu jaket yang sama dengan punya Sofie.

Ah ya, memang produk massal. Bukan barang butik.

Peterpan Sekarang

Jujur, saya bukan penggemar Peterpan. Juga bukan pengamat musik Indonesia. Tapi, ketika tadi pagi di bis kota, yang kebetulan memutar lagu Peterpan, Tidak Ada Yang Abadi, saya pikir, Peterpan memang telah berubah. Band asal Bandung ini telah semakin dewasa. Barangkali, seperti semakin dewasa dan tua-nya para penggemarnya. Kalau tidak salah, band ini muncul sekitar awal 2000-an. Kala itu, saya masih di bangku kuliah. Ya, lirik-lirik lagunya standar anak band.

Saya sempat mikir, bisa jadi mereka memang telah berubah. Seiring dengan semakin tua dan dewasanya para awak Peterpan sendiri. Kehidupan pribadi mereka, sedikit banyak mempengaruhi bagaimana mereka bermusik dan menyajikan karya-karya mereka.

Saya selalu percaya, bahwa setiap band atau kelompok musik apapun, biasanya penggemarnya memang selalu mengikuti. Biasanya, mereka yang besar pada jaman itu. Tengok saja para penggemar MJ. Adalah mereka-mereka yang besar dalam karya Jacko. Ikut menjadi tua bersama Jacko. Biasanya, karena setiap kelompok musik atau apapun lah, memang selalu memiliki generasi tersendiri.

Wednesday 22 July 2009

Traveling Dulu dan Sekarang

Traveling sekarang tambah ribet. Terutama karena bawa berbagai jenis kabel dan charger. Paling tidak, kabel yang dibawa itu charger handphone, sama charger kamera. Kalau HP satu merk enak, bisa hanya bawa satu. Tapi, kalau HP dari dua jenis merk yang berbeda, otomatis harus membawa dua charger yang bebeda. Belum lagi, kalau traveling dalam rangka urusan kerjaan. Pasti akan ditambah bawa laptop. Aduh, kapan saatnya travel light?

Kalau dulu traveling sangat enak. Kita hanya butuh bawa dompet. Kalau tidak punya dompet, uang tinggal diselipkan di dalam tas atau baju. Beres. Hanya butuh satu tas ransel saja. Kita juga tidak terlalu kuatir dengan barang-barang bawaan kita. Tinggal taruh saja di bawah, atau di kabin atas. Dijamin tidak ada yang akan ambil barang kita. Karena barang-barang bawaan itu, kita jadi agak kuatir kalau traveling naik kereta api. Kita jadi aga kuatir ninggal barang-barang itu di hotel.

Kalau dulu, kita tidak perlu kuatir sama sekali. Tinggal taruh barang dimana saja, tidak akan ada masalah. Tidak ada orang akan ambil baju. Selain itu, orang jaman dulu lebih sedikit yang berniat jahat sama kita.

Aku masih ingat, dulu kala ketika SMA saat menunggu pengumuman UMPTN, melakukan traveling ke banyak tempat di Jawa ini. Atau dulu, waktu jaman-jaman awal kuliah. Ketika setiap weeekend pasti pergi entah kemana. Aku sendiri heran, kok aku dulu bisa traveling kemana-mana ya? Padahal, aku jarang punya duit. Saat itu, adalah masa-masa dimana aku banyak mendapatkan pengalaman spiritual. Ketika traveling itu. Melakukan perjalanan darat yang menyenangkan. Bertemu banyak orang, dan belajar apapun dari kehidupan.

No Subject

Last night, when I was reading The Best Women Travel Stories 2008, I found a very interesting quote by Anais Nin. She wrote, "Throw your life into spaces like a kite. You do not know what it bring back: a new life, a new friend, a new love, a new country" I felt very touched.

My life becomes such a mess, lately. The mess is undefined. I don't know it. But, I can feel it. Very clear. I'm very bored with all life here. I wanna really throw my life into spaces, so I can fly like a kite. I just wanna travel far away from where I'm now. Maybe to a place like Madagascar. Yeah, I read some travel stories lately. I know what my passions are.

I do remember the Jhumpa Lahiri's novels. Either "The Third and Last Continent" or "The Namesake" They describe the life of people live in other countries. They have to struggle their native identity, and the identity of the host country. In Jhumpa's stories, Indian culture versus American culture. The first generation, still keep their native identity, but the second and third leave their father's and mother's identity.

Tuesday 21 July 2009

Trip to Jogja

This trip is quite long ago. Yeah.. about 3 months or so during my work trip for Monev. The followers: Nadia, Sofie, Any, and me. No more joined us. Even though Nadia has published this holiday thread to Facebook. Many wanted to join, but, could not make it! Many reasons, since "mbulet" has been our trade mark for long times.

I join the team in Caruban. Since I had spent a week in Ponorogo. It is better to meet them at the middle than back to Surabaya. We had wonderful journey. As usual, Nadia was behind the wheel. During this trip, Any proclaimed that she was on diet. We laughed. Did not believe on her plan to diet. We were really sure, that dieting would be in pain. As we know, culinary is part of every journey, either in or out of town. It was our holiday since one in Singapore and Malaysia last 2006. Actually, Any did not join us. Judith joined us instead. I was really glad. Finally, we could make it! HOLIDAY!

We stopped in Solo for Dhuhur in Dewi's place. Dewi is Nadia's younger sister. She studies Medical in Universitas Sebelas Maret. We were in Solo for about an hour. Then, decided to have lunch in Kartasura. Nadia told us that there is a really nice stall (aka warung) of fried duck in Kartasura, named Pak Slamet. Unfortunately, it was sold out. We took another warung's. But, the taste was really good. The service was also good and the warung was also clean. Any broke her vow! She ate fried duck with jerohan. Sofie and I ate chicken instead.

We spent our first night in Motel Sala 4 in Dagen Street. My girl friends, complained about the hotel. Since I recommended this motel, for sure, they complained me! They said, about XXX hotel, hehehe. I just laughed.
I said, "I guess, you're guys want a cheap holiday. Some kind of backpacking..."
They answered, "No way... We work. We want a better place..." But, we already paid that motel. So, we had to stay. Fortunately, we just booked for one night. As I remembered, I used to stay in this motel when I visited Jogja. It was clean and tidy. But, when we stayed that night, this hotel was untidy, the sheet and the cushion were smelly. Weeeekkk...Like million years not being washed. Fortunately, I brought my jarit.

In our first night, we went for the most complicated dinner we've ever had. We wanted bakmi Jogja. Nadia recommended bakmi Kadin, on the other hand Dewi - who finally joined us - and I recommended bakmi Ketandan. I read about this warung from Umar Kayyam's Mangan Ora Mangan Kumpul (MMOK). Ketandan street is near Malioboro. We looked for this street, we found nothing. After an hour here and there finally, we found this street. We found dark street, with no sign of well-known warung bakmi was there! We stopped and ask someone. He said, that there was not warung bakmi around the street. Nadia and the rest asked me, where did I find the name of the warung. I answered, "Umar Kayyam's book..." They burst into laugh. Oh Gosh, Umar Kayyam lived years ago, Any said.

We, finally, headed to the other warung bakmi. Bakmi Kadin. It is well-known bakmi restaurant in Jogja, Nadia said. It has special way of cooking. By boiling the bakmi in arang, and by using duck's egg. Since it lies near Kadin office, it is then well-known as Bakmi Kadin. The restaurant was very crowded. It was not Saturday evening. But, the next day was holiday. We waited more than an hour until our food was served. The waitress said, that two of their rombongs had been booked for the wedding of Noe, the vocalist of Letto, and also the son of Emha Ainun Najib.

According to our opinion: the bakmi was plain. Not as the promotion, everywhere, in blog, mostly. It was less spicy. We did not eat them up.

The next morning, we ate the delicious Nasi Gudheg Yuk Jum, near Gadjah Mada University. It is well recommended. After that, we're heading to Baron Beach, in Gunung Kidul District. Dewi did not join us. Since she had class at noon.

It was Friday. At first, we had decided to use GPS in my mobile to find that beach. But, the price of GPRS was too high. So, we decided to use other GPS (Gak Pake Suwe) a.k.a our ability to ask direction. Mates, we don't live in Europe or San Francisco, we do not need maps, because asking people direction is better than anything. The villager knows many things, even if it is miles away from him/her.

We found Baron at mid day. The route was very fantastic. Sometimes, we just found houses. Sometimes some plantation or rice field. Sometimes, we found forests.

Baron actually has beautiful cliffs. He also has fish market. But, the beach is average. The beach line is not too long. We decided to have lunch there. We ate seafood: lobster, octopus, and some other fishes. After that, we went to Kukup Beach. It has more beautiful beach than in Baron. The cliff is also magnificent! The coast line is long... and we saw many people were looking for small fishes (ikan hias). Kukup Beach reminded me to Tanah Lot. They have the same structure. The air was fresh, and the sky was really blue. The sand was also white. We played in the sand. Oh, I felt the air of freedom!

Before getting dark, we left Baron. This night, we stayed in awesome hotel: Indraloka Hotel in Cik Di Tiro Street, near UGM. This hotel is actually a house that is designed as motel. It consists only 8 rooms. Four in the downstairs and others in the upstairs. We felt like home. It also has internet access to the room. In upstairs, it has library and also pantry. It is designed like many motels and hostels in abroad, for backpackers. We loved this place very much!.

The Smell of Wealth

Last night, I accompanied a friend of mine, shopped in Sogo, Tunjungan Plaza. Her cousin, who lives in Bali wants Christian Dior's Pure Poison. We went to Delta Plaza first. We found it in Perfume Shop. But, we did not sure, whether the good is original or fake. Since the price reached Rp. 1 million, we decided to call some friends who are very expert in perfume and some high living things. Those friends gave us advice just to go directly to Sogo.

We found that counter, finally. We asked directly. Oh, the smell was so good. Sofie said, that's the smell of wealth or we can say it in Indonesian "baunya orang kaya" Her cousin actually also wanted Dior's Night Poison. As soon as we paid, some perfume girls approached us. Some offered Lacoste, some others Calvin Kleine, Estee Lauder and others. Hmmm.. I just remembered, when about 5 years ago, I was intended to buy perfume in Galeri Keris GM. I was about asking the prices. And, the perfume girl asked me, sarcastic "how much money do you have?" I felt very insulted. So, I left her. I decided not to buy any of them.

Last night, when we bought one, others approached us, and offered their goods. If, we did not buy that Dior, I wonder, if they would approach us. They did not even see us. I'm sure about that. It's because of the smell of wealth, as Sofie's said. And, the smell is really good.

Monday 20 July 2009

Monday Morning: Holiday!

Hi there. This morning, I went biking with Nancy. We drove for about 10 kms from Karangmenjangan to Mulyosari.

We set aboard at 5 am. Hmmm..still freezing outside. I woke up at 4.30. I walked to Nancy's. It's about 750 meters.

You know, it's very long time not to ride any bikes in Surabaya. I have no bike. I'd like one. But, still think to buy the portable one. Honestly, I wanna B2W or Bike to Work. But, I have no ideas, which route I should take to the office. Since, I live in Karangmenjangan, and my office is in Ahmad Yani Street, just outside the town. There are lot of buses, motorcycles, cars, etc. And, there are even no pedestrian in Ahmad Yani. It's about 10 kms from home. I can imagine my face becomes blackened by the ashes. Weeeee... And, I think it's not good idea to take bike to the office. Well, but I still wanna a bike!

Surabaya in the morning was quite quiet and calm. No cars' horn. No people drive their cars very fast. Everything was so perfect. Other people also cycling. Some are walking with friends and families. They are joking. Some, doing some Thai Chi. Everyone enjoys the time of morning.

I smell of life in the morning. It's the smell of hope. So, Happy Holiday everyone!

Friday 17 July 2009

Pijat Refleksi dan Pijat Spa

Sudah bukan rahasia lagi, kalau aku orang yang sangat suka pijat. Dalam bentuk apapun. Karena pijat itu, sangat enak sekali. Ketika kita menyerahkan diri kita kepada tukang pijat. Kita akan biarkan mereka "merawat" kita untuk meregangkan otot-otot yang tegang dan mengeluarkan angin yang bercokol di dalam tubuh.

Ada beda antara pijat refleksi dan pijat spa. Pijat refleksi selalu menggunakan jari kaki. Dari kaki-lah syaraf-syaraf yang tegang dikendorkan. Peredaran darah dilancarkan. Penyakit diobati. Sakitnya minta ampun. Kalau perlu, akan terdengar teriakan. Tapi, setelah itu terasa sekali segarnya. Sampai satu minggu setelahnya, rasa enaknya masih sangat terasa.

Kalau pijat spa, umumnya adalah massage biasa. Ya serasa hanya diurut-urut dengan lembut. Yang bikin pijat di spa ini enak, karena pijatnya sambil scrub daki dari kulit. Dengan lembutttt.... Setelah itu, direndam dengan air panas. Sebenarnya, pijat spa biasa saja. Hanya saja, karena perawatannya yang menyeluruh itu, jadinya sama enaknya dengan pijat refleksi.

Wednesday 15 July 2009

X-Trail Naikkan Derajat

Sofie terkejut saja ketika Mas Nd jemput kita di pool Bali Megah Wisata (BMW) dengan mengendari Nissan X-Trail. Sejak kapan dia ganti kendaraan. At the end, mobil ini akan menjadi kendaraan kita selama di Bali. Kita mikirnya, akan dapat Piccanto. Enak juga pakai X-trail. Sayangnya, CC nya besar. Kalau tidak salah 3.500 CC. Jadi, tidak sekedar boros bensin, tapi juga kayak kencing saja pakainya bensin. Sangking cepatnya habis. Enaknya, entheng setirannya. Apalagi Nadia yang bawa. She is the best woman driver in my class!

Nah, di hari pertama kita tiba di Bali, setelah sarapan di depan Hard Rock dan dropping bos di Bali Pasadena. Tujuan pertama adalah Pecatu. Lokasi pantai Dreamland. Surga selancar yang kini telah disulap Tommy Suharto jadi "Kuta kedua." Ada juga Cafe Klapa. Yang peresmiannya sempat bikin Keket ribut sama Andi Soraya, rebutan Sang Pangeran Cendana.

Areal Pecatu, sudah dikuasi sepenuhnya oleh Pangeran Cendana itu. Bukit tandus itu, telah disulap jadi real estate, padang golf, dan hotel. Tapi, di bukit disana tetap tegak berdiri. Yang aneh, bukit itu adalah bukit kapur. Tapi, diatasnya bisa tumbuh pohon-pohon. Mirip hutan gitu. Konon, dulunya tidak ada yang tahu kalau tanah bukit itu adalah kapur. Sebenarnya, kurang masuk akal kalau di atas tanah kapur, pohon-pohon bisa tumbuh sesubur itu. Lihat saja Gunung Kidul atau Tulungagung. Daerah-daerah kapur, umumnya tandus. Sehingga sering sulit air. Tapi memang benar, Tuhan Maha Besar.

Ketika kita sampai di pos satpam, melihat kita mengendarai X-trail dan plat nomor kendaraan B, satpam langsung menyapa kami dengan ramah. Seraya mengatakan kalau di Klapa sedang ada pertunjukan DJ Lives. Kita, khas anak Ngibul, bilang "Ya, terima kasih!" dengan pede-nya. Habis itu cekikikan. Wah, dikira anak pejabat dari Jakarta.... Makanya, orang itu super ramah.

Ternyata, kita memang tidak jadi main di pantai. Pertama, masih panas. Dan, beberapa agak anti panas. Aku sebenarnya tidak, masalahnya agak masuk angin gara-gara campuran antara kopi sama mangga. Hasilnya, perut diaduk-aduk. Apalagi, paginya aku pupup telat. Kedua, takut dekat-dekat dengan para bule yang asik bermain di pantai gara-gara virus Flu Babi. Akhirnya kita hanya duduk-duduk di resto kecil di pinggir pantai, memesan makanan sederhana. Sofie dan aku pesan sate. Nadia pesan spagetti dan Any pesan steak. Sebelum makan, Antis dulu.... Masakannya lumayan sih. Pelayanannya mas-mas Bali berkulit gelap. Ketika aku pesan coklat panas dikasih es coklat...

Karena masukn angin semakin parah, aku ingin pupup. Sayangnya, toilet ada di atas. Lumayan jauh. Yang paling dekat adalah di Klapa. Yang tepat ada di atas pantai tempat kami nongkrong. Hanya tinggal naik tangga dari marmer. Sumpah, aku hanya ingin toilet! Dengan susah payah aku naik (karena menahan mules). Sesampainya di anak tangga paling atas, seorang satpam berdiri gagah di depanku. Berkata, "Balik saja ke bawah sana... Jangan ke atas.." Oalahh... dia mengusirku, saudara. Mungkin karena tampang kereku. Yang hanya pakai celana pendek warna merah dan kaos oblong. Tidak membawa apa-apa. Dan, muka memelas karena menahan sakit perut.

Tanpa berpikir panjangk aku lari ke toilet sebenarnya. Pakai antri lagi.... Duuhh...setibanya di dalam toilet, aku tidak bisa pupup. Dan, perut masih saja mules, dan sendawa terus.... Oh masuk angin, please, don't ruin my holiday!

Pesan moral dari cerita ini: orang memang masih menilai semua itu dari kulitnya saja. Di bawah, ketika mengendarai X-trail. Status kita naik. Di atas, itulah sebenarnya kita. Yang belum kelasnya kalau ke Klapa, hehehe.

Danau Batur: Surga yang Ternoda

Kata web benar. Kalau Kintamani atau Danau Batur, memang menawarkan pemandangan yang indah dan udara yang sejuk. Benar juga, kalau di lokasi itu para pengunjungan "diganggu" oleh reseknya penjual barang-barang souvenir. Mereka menawarkan barang dengan memaksa. Meskipun sudah ditolak, tetap membuntuti kemanapaun kita pergi.

Tanda-tanda tidak enak itu sudah mulai dirasakan ketika kita sedang foto-fotoan di pinggir jalan raya. Kita sudah ditawari pemandian air panas dan sewa boat ke Trunyan. Tapi, kita sudah menolaknya dengan halus. Bapak yang menawarkan itu, paham, dan segera pergi dengan sepeda motornya.

Gangguan yang sesungguhnya ada di pinggir Danau Batur. Begitu kita datang, langsung ditawari jasa pencucian mobil. Nadia menolak dengan halus. "Itu bukan mobil saya, Pak.." Orang itu juga langsung cabut. Yang resek justru ibu-ibu. Mereka menawari kita souvenir. Aku langsung saja sok sibuk dengan kamera, foto sana dan foto sini. Nadia, Sofie dan Any, masih sedikit shock dengan "jalur maut" yang baru saja kita lalui, masih diam saja. Mereka didekati dan dipaksa oleh ibu-ibu itu. Satu anak, satu orang ibu penjual souvenir. Dari kejauhan aku dengar mereka ribut sekali. Nadia sampai hampir bertengkar sama ibu itu. Komen si Ibu itu salah satunya gini "Teman Mbak ini, jahat sekali.." kata si ibu kepada Any. Any, yang memang tidak tegaan, terpaksa membeli cincin yang katanya perak. Setelah Any membeli, si pedangan cerita ke Nadia "Sebenarnya, saya jual ke teman Mbak itu rugi..." Dijawab Nadia, "Lho, kalau rugi, kenapa dijual?" Si Ibu tambah marah. Dan, Any melancarkan nasehatnya ketika si penjual bilang kalau barang dagangan dia sepi dari pagi. "Makanya Bu, jangan ribut sama tamu. Mereka tidak nyaman. Akhirnya, tidak mau beli..." Si Ibu dengan pede jawab, "Lha, siapa bilang sepi, dari pagi tadi sudah ada 15 bis..." Any melongo, katanya sepiii....

Kalau kasus Sofie beda sedikit. Dia tidak mau membeli souvernir dengan alasan dia capek dan tegang gara-gara salah jalan. Eh, si Ibu malah menawarkan pijat. Sofie meneruskan aksi "sok bodohnya". Tidak suka pijat, dan tetap bertampang sok tidak mendengar....

Tidak sampai setengah jam kita ada di tempat itu. Sebenarnya, sayang sekali. Kalau tempat indah itu, harus ternoda oleh pedangan-pedangang souvenir yang bikin orang tidak nyaman. Bukannya kita membeli, malah kita cepat-cepat pergi dari tempat itu. Tanpa menikmati keindahan Dana Batur dan Gunung Batur.

Tuesday 14 July 2009

Bali: Liburan Antik

Day 0 - 10 Juli 2009

Benar, sudah tidak konsentrasi di kantor. Rasanya, dari pagi sudah mual perut. Tidak sabar menunggu sore. Di kantor sudah error melulu. Hati dan otak sudah benar-benar panas. Akhirnya tiba bagi kami untuk menumpahkan semuanya. Hanya dengan liburan (kata Any, masak, kita harus liburan tiap tiga bulan?). But life is so stressful lately...

Setengah 4 sore, selesai tidak selesai kerjaan aku tinggal pulang. Aku sudah tidak tahan lagi. Jam 4 sampai di rumah. Untung sudah packing. Tiba di rumah mandi, dan segera berangkat. Aku yang samperin Nadia dan Sofie di Karangmenur, dan terus ke Bali Megah Wisata (BMW) di Jalan Diponegoro.Jam 5 tepat sampai disana. Kita berangkat ke Bali dengan naik bis. Alasannya, penghematan. Awalnya, aku agak ragu dengan naik bis ke Bali. Agak trauma dengan naik Bali Prima ke Banyuwangi, yang nyetirnya ugal-ugalan. Tapi, Nadia berhasil meyakinkan aku kalau naik bis lebih bagus daripada naik kereta. Ya sudah aku serahkan sama Nadia, secara dia sering ke Bali. Baru baliknya naik pesawat.

Jam 5.30 PM kita harus sudah sampai di BMW. Meski bis baru berangkat jam 6 sore. Nah, Any sampai dengan bis mau berangkat belum juga sampai. Ketika kita sudah di BMW dia masih ada di Ahmad Yani menunggu taksi. Akhirnya, si sopir bilang sama dia untuk menunggu saja di Mc D Mayjend Sungkono. Tapi, ternyata dia nekad untuk ke Diponegoro. Op tijd. dia datang tepat waktu. Jam 6 tepat. Bis segera berangkat. Nadia dan Sofie duduk di bangku paling depat. Tepat di belakang sopir. Any dan aku ada di belakang mereka.

Tepat di seberang Sofie dan Nadia, seorang lelaki yang (maaf) tambun, dan menyebar bau tidak enak dari tubuhnya. Anak-anak sudah kasak-kusuk saja, hehehe.

BMW ini hanya berisi 20 tempat duduk. Dan, tempat duduk yang paling belakang kosong dua. Dilengkapi dengan toilet. Sopir yang membawa kita lambat sekali kemudinya. Tapi, menurutku memang lebih baik begitu. Lalu lintas ke arah timur kalau malam padat sekali dengan kendaraan-kendaraan besar.

Ketika mendekati tengah malam, kita makan malam di Pasir Putih. Anak tiga ini belum makan malam. Aku sudah makan malam di bis. Mbontot dari rumah. Untung mbontot, kalau tidak bisa kram perut.

Masakannya ya begitulahhh..... Tapi, dimakan juga. Setelah itu jatuh tertidur. Sektiar jam 3 subuh, kita menyeberang. Sesampainya di Gilimanuk, "pramugari" menawariku kopi. Setelah itu, kembali jatuh tertidur. Ketika jam menunjukkan pukul 5, perut mulai melilit. Minta dikeluarkan. Tapi, aku harus menahannya sampai Bali. Di bis ada larangan download disana. Kalau dalam kondisi mendesak, bisa menghubungi kru bis.

Day 1, 11 Juli 2009

Jam 9 kita sampai di pool BWM, dan menunggu kakaknya Sofie, Mas ND. Di pool BMW ini, aku baru saja tahu kalau filter UV Hoya yang terpasang di kamera sudah pecah. Ceritanya, aku mau ambil itu buat foto-foto. Ternyata sesak sekali. Bisa juga dibuka oleh Any. Dan, baru ketahutan kalau pecah. Sepertinya pecah ketika sedang di Probolinggo. Ketika aku tidak mengurus kameraku, gara-gara masuk angin. Aku tinggalkan begitu saja kamera itu di dalam mobil, sementara aku di rumah Teddy untuk dapat perawatan dari bapaknya.

Kita dijemput 10 menit kemudian dengan Nissan X-trail. Mobil kemudian yang akan kita gunakan untuk kesana-kemari. Setelah itu, langsung menuju ke Puri Ratu di Jimbaran, tepatnya di by pass Ngurah Rai. Vila sedang dibersihkan. Nyonya rumah ada juga. Tidak di Taman Lawangan. Begitu sampai di vila, aku langsung download.

Kita ditempatkan di lantai 2 puri. Desain puri itu khas via di Bali. Dengan ruangan yang sangat terbuka. Terutama kamar mandinya. Kamar mandi memiliki jendela yang sangat lebar dan tinggi. Barangkali, 1,5 meter. Jendela dibangun dengan kaca bening, dan selalu terbuka. Jadi, misalnya ketika kita mandi atau pupi, kita bisa melihat dengan jalan raya atau kebun sebelah. Untungnya, kebun sebelah tidak berpenghuni, dan tidak ditanami. Karena bekas rawa-rawa. Dan, yang ada hanya pohon asam saja. Kalau sama jalan raya masih jauh. Kita saja yang bisa melihat jalan raya, tapi mereka tidak. Kata anak-anak, kamar mandinya "horror"

Habis kita menaruh barang, kita langsung diajak makan. "Di depan Hard Rock Kuta saja..." Wah, kita sudah GR. Mau makan di HR. Usut punya usut, kita ternyata makan nasi bungkus di pantai Kuta, hehehe. Tapi, meskipun nasi bungkus, ramainya minta ampun. Dan, tempe gorengnya enak sekali. Dipadu dengan mangga dan kopi. Hasilnya setelah itu, perutku agak mules sekali... Dan langsung T. Dan, setelah itu, rasanya masuk angin mulai datang. Tapi siang itu kita akan ke Dreamland. Tempat yang dikelola oleh Mas Tommy itu.

Kompleks Dreamland ada di kompleks Pecatu. Ada perumahan. Ada hotel. Ada apertemen, dan ada lapangan golf. Tentu saja, ada cafe Klapa. Yang peresmiannya sempat bikin ribut para seleb Jakarta itu. Demi rebutan Mas Tom, hehehe.

Waktu lihat X-trail kita, dan berplat nomor B, si satpam langsung bilang "Ada DJ live, Mbak di Klapa. Silahkan kesana...." katanya sambil memberi kartu parkir dan brosur Klapa.

Dreamland tempatnya tidak terlalu luas. Pantai kecil saja. Tapi, penuh dengan manusia. Ya turis domestik. Ya turis luar negeri. Orang-orang ada yang asyik berselancar. Ada yang hanya duduk-duduk. Ada juga yang hanya makan-makan. Tapi, Dreamland panas sekali sore itu. Kita akhirnya memutuskan untuk duduk-duduk dan makan di cafe pinggir pantai. Selain itu, kita juga malas turun ke pantai gara-gara swine flu. Pada saat itu aku rasakan perutku juga mulai tidak karuan. Ingin kentut. Tapi tidak bisa. Rasanya seperti dikocok. Wah, masuk angin ini. Bahkan makan setengah sore tidak bsia menolongku. Waktu aku sudah tidak tahan lagi, aku berniat naik ke atas. Yang ternyata adalah lokasi Klapa. Aku hanya ingin cari toilet. Tapi, diusir sama satpam.... Bukan diusir sih, tapi Dilarang untuk Tidak Naik ke Atas. Eh, sama saja dengan diusir, hehehe. Ternyata, yang ampuh hanya X-trail pinjaman itu, hehehe. Lekas saja aku lari, karena aku hanya mencari toilet. Di bawah, toilet hanya ada satu.... Antri lagi. Duuhh...download sih tapi tidak lega. Mas ND sudah telepon lagi. Kita disuruh balik ke kota. Karena dia dan keluarga mau bikin makan malam buat kita. Ya, sudah deh.... akhirnya kita kembali ke vila.

Ternyata makan malam ikan bakar Kedunganan... Sedaaaapppp......

Malamnya, Bali hujan. Malam minggu lagi. Akhirnya, kita menunggu hujan reda di vila. Sambil aku kerokan. Asoiii... Indonesia sekali. Ketika hujan reda, ada ide dari Linda - yang juga tinggal di vila - untuk ke Kuta, melihat kehidupan malam disana. Tapi, karena hujan turun dengan lebat (lagi), we did not see anything. Hanya orang-orang yang pada berteduh. Kuta agak sepi. Bahkan cafe-cafe. Barangkali karena hujan. Atau bule-bule itu sudah pada tipsy di diskotik. Kita pulang, tapi mampir di Mc D. I needed hot tea.

Terus langsung tidur......

Day 2, 12 Juli 2009.

Minggu. Bangun dengan setengah hang over. Ubud adalah tujuan kita hari itu. Sama ke Kintamani. Ingin melihat pemandangan Danau Batur. Setelah itu, mampir di Ubud.

Pagi, kita ingin sarapan nasi campur Bali. Setelah googling tempat makan yang halal, kita dapat dua referensi. Rumah Makan Adi dan KKN. Keduanya di Jalan Danau Buyan. Setelah putar sana-sini, akhirnya ketemu Jalan Danau Buyan. Tapi, tidak ketemu juga rumah makan Adi. Yang ketemu warung KKN. Ya, sudah. Kita sarapan disana. Ternyata, warung makan prasmanan! Jadi, ingat jaman-jaman kuliah dulu. Tapi, masakannya sangat lumayan enak. Sangat mlekoh.

Setelah sarapan, kita langsung cabut ke Kintamani. Kintamani merupakan satu jalur dengan arah Singaraja. Kita lewat Ubud. Sepanjang jalan yang kita lewati, tampak rumah-rumah sekaligus show room para pengrajin. Mulai dari kayu, kaca, batu dan sebagainya. Tampak juga beberapa galeri mewah.

Setelah perjalanan lumayan lama, dan sempat ragu, apa benar ini jalur Kintamani, kita bertemu dengan pemandangan yang sangat indah. Gunung Batur, dan danaunya. Kintamani sebenarnya adalah nama kecamatan. Di sepanjang jalan itu, banyak sekali tanaman jeruk. Begitu pula orang-orang jualan jeruk. Jeruk kintamani lumayan terkenal juga.

Tampak juga di kejauhan sebuah bukit dengan banyak pasirnya. Mengingatkan aku pada foto Tibet si Agustinus. Padang pasir...gunung. Indah sekali. Kita foto-foto saja awalnya di pinggir jalan dengan view danau dan gunung. Tapi, kita tidak puas saja. Waktu kita mutar mobil, mau kembali ke track yang disarankan oleh tukang parkir, tapi kita cari sendiri jalan lainnya ke Dana Batur. Ah, dasar sok tahu, hehehe. Tapi sungguh, di jalan itu ada penunjuk ke Danau Batur dan Pura Mentrik.

Kita ambillah jalan itu. Saudara tahu apa yang kami lewati. Jalan yang sangat sempit, tajam, dan curam. Tapi, kita sudah sulit untuk kembali. Sepanjang jalan kita hanya berpapasan dengan truk-truk pengangkut pasir. Hati kami tinggal separo. Nyali kami sudah habis barangkali.

Kami berdoa, dan percaya pada kemampaun Nadia saja.

Tapi sungguh, sebenarnya, jalan yang curam dan terjal itu indah sekali viewnya.

Begitu kita sampai di bawah, di sana memang ada lokasi truk-truk ambil pasir. Dan, menyebutkan kalau daerah tersebut merupakan kawasan hutan. Setelah kita bertanya, ternyata itu memang jalan menuju danau Batur. Hanya saja, jalannya sedang rusak berat dan tidak bisa dilewati. Satu-satunya cara, kita harus kembali naik, lewat jalan menakutkan yang baru saja kami lewati.

Duuuhhhh...takutttttt... semakin keras kami berdoa....

Akhirnya, dengan selamat kami sampai di atas. Di jalan raya yang benar, dan kemudian mengambil jalan yang benar ke Danau Batur. Jalannya tidak securam sebelumnya. Lebih ramai. Kita tertawa. Tapi, ketakutan kita telah memakan sebagian besar energi kita.

Di Danau Batur, kondisinya sangat tidak nyaman. Gara-gara pedangan acung. Yang jadi sasaran Nadia sama Any. Sempat ribut juga sama Nadia. Any terpaksa beli cincin. Sofie dan aku tidak jadi sasaran karena kita beraksi. Aku dengan kamera, dan Sofie dengan sok cueknya. Kita hanya setengah jam disana. Terus naik lagi ke Kintamani, dan menuju Ubud.

Di desa Tegallalang, kita berhenti. Sejenak menikmati hidangan dari Cafe Teras Padi. Dengan pemandanganan sawah bersusun atau subak. Hidangannya lumayan. Disinilah aku mulai merasakan masuk angin lagi. Dengan hebat. Mungkin karena belum sembuh 100 persen, sudah dipakai jalan, dan kena angin Danau Batur yang sangat keras...

Sebelum pulang, kita makan dulu di Warung Bu Mangku, Ubud. Makan nasi ayam lengkap. Ada ayam yang digoreng, direbus, dan dimasak bumbu merah. Ditambah juga dengan sambal bali yang pedas, teracancam kacang panjang yang diiris-iris, dan dikasih kacang China goreng. Sedap, dan mlekoh. Tapi setelah Any dan aku selesai makan, tercium bau tidak enak. Seperti bau kotoran. Apa itu mungkin bau kotoran babi???? Nadia sama Sofie langsung menaruh sendoknya....

Dari sini, kita menuju Monang Maning, buat mengantar Any ke rumah kakaknya. Berkali kesana, tetap saja lupa jalannya. Tersesat di gang-gang di Bali yang sempit... Duuhh.... Habis itu langsung pulang ke puri. Any di Monang Maning.

Malamnya Any, menghilangkan dompet kakak iparnya.

Day 3, 13 Juli 2009

Ulang tahun bapakku... Pagi-pagi telepon rumah. Eh, tertanya hari Senin. Lupa kalau cuti sehari.

Karena malam tidak makan, bangun tidur langsung terasa lapar. Karena bingung mau makan kemana, kita ke Mc. D (lagi..). How I hate this food. Tapi, mau bagaimana lagi. Tidak mungkin cari-cari makan gambling. Takut babi-lah. Baru kita sarapan, Mas ND sudah telepon. Kita disuruh ke Taman Lawang. Jemput Bos.. Karena Nadia butuh foto barang-barang di Bali Pasadena, kita kesana dulu. Ketika jemput itu, si bos bilang kalau istrinya ultah, dan mau bikin suprise party.

Habis Nadia foto-foto barang, kita bilang mau spa... Dan, kita dikirim spa hari itu Asoiiiii... di Nusa Dua. Katanya, di Intercontinental. Kita sudah sangat GR. Ternyata, kita dikirim spa di salon sebelah Intercontinental. Namanya Happy Salon *padahal malam sebelumnya Nadia browsing nyari tempat spa...*

Kita sempat ragu masuk tempat itu. Sepertinya, tempatnya kurang meyakinkan. Tapi, bos menyakinkan kalau salon itu enak banget pijatannya. Kita masuk ruangan yang untuk massage. Kayak di panti pijat begitu. Satu ruangan dengan tiga dipan. Kita dibaringkan satu persatu. Mulai ditelanjangi. Sumpah kita masih ragu tentang spa ini. Karena merasa kurang representatif. Tapi, ketika mereka mulai memijit, enak sekali pijetannya. Dan, mereka ramah-ramah. Kita ketawa-tawa. Nah, meskipun spa itu sederhana sekali, kita puas sekali. Dapat harga murah lagi, Rp. 70 ribu!

Setelah spa, kita terus disandera sama Bos. Intinya kita baru boleh keluar rumah, habis ultah. Untungnya, ultah tepat waktu. Jam 5 sore. Acara makan-makan saja dan pembacaan puisi dari Mamas.

Sayangnya, Any masuk angin. Dia tidak bisa full sama kita. Setelah keliling Kuta, dia minta antar pulang. selanjutnya kita sudah malas balik lagi kesana. Jadinya, hanya ke KFC. Minum coklat panas.....

Day 4, 14 Juli 2009

Flight jam 7 waktu Bali. Brrrr.... Bali dingin. Tidak mandi... Hanya cuci muka saja. Akhirnya landed di Surabaya dengan selamat jam 7 pagi. Pikiran jadi segar. And ready back to work...








Friday 10 July 2009

Behind the Screne: Lamongan

Lamongan menjadi daerah pertama sasaran papparazi.Waktu kita take Lamongan, belum ada model bagaimana foto diambil. Jujur, kita tidak punya waktu banyak untuk mempersiapkan Lamongan. Di pekan kita mengambil foto Pak Masfuk, yang bersangkutan akan ke Jakarta karena menerima Adipura dilanjutkan dengan acara di Kabupaten Temanggung, kalau tidak salah. Saya kontak mereka Senin sore, Selasa sore bupati harus sudah ke Jakarta.

Tapi, kita beruntung. Bupati satu ini tidak terlalu cerewet. Demikin pula orang-orang yang ada di bawahnya. Dalam waktu kurang dari 24 jam, rencana disusun, dan janjian dilaksanakan. Jadi, bisa dilakukan dengan cepat.

Sebelum sesi pemotretan, kita ngobrol dulu. Masalah program, dan bagaimana visi dia untuk membangun Lamongan. Masfuk menceritakan bagaimana dia mengubah Lamongan, dari daerah yang dulu "buangan jin" menjadi daerah seperti sekarang ini. Bagaimana investor seperti Lamongan Integrated Shorebased (LIS) mau datang, dan bagaimana dia pemerintahannya membangun Wisata Bahari Lamongan (WBL). Untuk membangun sarana wisata ini, Rp. 29 milyar dialokasikan. Sekarang ini, tiap tahunnya Rp. 9 milyar menjadi pemasukan di Pendapatan Asli Daerah (PAD). Bandingkan saja dengan sebuah daerah di Jatim yang membangun "tugu kemenangan" itu dibutuhkan anggaran yang kurang lebih sama. Hasilnya, pagupon burung dara. Buntutnya, si bupati terancam masuk penjara.

Dalam sesi ini, bupati bergaya layaknya pedagang kain di pasar desa... plus dengan sandal dan peci.

Dari hasil ngobrol dengan bupati, aku mendapatkan satu kata mutiara: "Jikalau kamu minder, maka akan hilang semua potensi yang kamu miliki"


Akhirnya....

Akhirnya..... Jum'at datang sudah. Malam ini, kami berempat: Nadia, Sofie, Any dan aku, akan berangkat ke Bali. Liburan 4 hari saja. Kami berempat, butuh mendinginkan otak dan hati, walau hanya sejenak.

Hidup, akhir-akhir ini, aku rasakan sangat menguras otak dan hati. Jadi, untuk tetap menjaga kewarasan, aku harus pergi berlibur. Liburan kali ini, sama dengan ke Jogja itu, direncanakan akan sangat hemat. Karena memang harus hemat. Gara-gara penyakit kompulsifku kumat hari Minggu kemarin, aku harus berhemat saat liburan kali ini, hehehe. *memang, setiap liburan kan mesti berhemat* Yang paling penting adalah kabur sejenak dari pekerjaan, untuk mengumpulkan energi baru, dan membuang kruwel-kruwel di otak yang tidak perlu.

Memang, aku membutuhkan energi baru untuk pekerjaan-pekerjaan yang datang silih berganti. Aku merasakan kepayahan yang sangat luar biasa. Maklum, setelah selesai acara pada 27 Mei yang lalu, langsung terbang ke Makassar. Dan, beberapa kali harus kembali terbang kesana lagi. Juga, perjalanan ke luar kota di Jawa Timur yang meskipun hanya sehari-dua hari tapi tetap saja menguras energiku.

Bagaimanapun juga, aku membutuhkan liburan ini. Semoga bisa kembali menyehatkan jiwa dan pikiranku.

Thursday 9 July 2009

Tissue Basah

Ketika traveling, tissue basah menjadi piranti yang tidak boleh ketinggalan selain paspor (kalau pas jalan LN), uang, sikat dan pasta gigi. Tissue basah ini akan berguna kalau kita jalan ke negara-negara dengan toilet tanpa air. Ataupun di negara-negara dengan toilet dengan air tapi joroknya minta ampun. Termasuk di neger kita sendiri. Terutama kalau kita menggunakan jasa kereta api sebagai moda transportasi. Di negara kita, meskipun kereta api yang kita ambil super duper eksekutif, tapi joroknya tetap minta ampun. Toilet bowl-nya tetap tidak layak untuk diduduki. Belum lagi, airnya juga kadang buntu atau tidak mengalir. Tantangan pipis di kereta api adalah kendaraan yang melaju dengan kencang. Begoyang ke kiri dan ke kanan. Seirama dengan ban kereta yang menggilas rel.

Tissue basah ini akan berguna untuk membersihkan diri setelah membuang hajat. Baik hajat besar ataupun hajat kecil. Juga, untuk membersihkan tangan sebelum dan sesudah makan.

Monday 6 July 2009

Dimana Toiletnya?

Sudah bukan rahasia lagi, kalau toilet menjadi kebutuhan vital saat toilet bagiku. Karena, saya bisa download dimanapun saja. Tapi, biasanya, sekarang ini tempat download sudah banyak tempat yang sangat layak. Meskipun di pedalaman Indonesia.

Hanya saja, waktu ke Probolinggo kemarin dan terserang diare gara-gara masuk angin, saya terpaksa download di Pabrik Gula Gending. Saat itu kita sedang meninjau lokasi untuk pemotretan bupati Probolinggo, Hasan Aminuddin. Ketika turun dari mobil dan orang-orang bingung mencari lokasi foto, saya bingung mencari TOILET! Awalnya, saya lari ke arah musholla. Karena disana saya melihat dua buah kamar mandi. Namun, ketika saya mendekati tempat itu, tidak ada WC nya. Yang ada hanya bak mandi saja. Saya tanya kepada dua orang anak yang sedang ada disana, dimana ada WC, mereka hanya menggelengkan kepala. Padahal, sumpah, saya sudah tidak tahan dengan isi perut yang seharusnya sudah keluar ini.

Lalu, saya lari cari satpam. Mereka bilang, di dalam pabrik gula sana. Setengah berlari, saya menuju ke tempat yang dituju itu. Ketika sampai di tempat itu, OMG! Aku tidak pernah menemui tempat sejorok itu. Lantainya, licin sekali. Oleh bekas busa sabun, dan kotoran. Apalagi bowl toiletnya. Sangat tidak masuk dalam kategori WC sehat dari WSP, hehehe. Saya tidak "tego" untuk duduk. Akhirnya, saya berdiri. Dan, keluarlah 'file" yang seharusnya download itu. Sambil berdiri.

Tapi sungguh, ini adalah toilet terjorok yang pernah saya temui....Kalau tidak karena terpaksa sebab masuk angin, tidak akan saya download di tempat ini.

Friday 3 July 2009

Dari Soto Obor sampai Gethuk Srabi

Rabu dan Kamis kemarin, ke lapangan lagi. Kali ini, giliran Ponorogo dan Bojonegoro jadi tujua perjalanan. Waktunya pengambilan profil bupati Ponorogo dan Bojonegoro.

Untuk penghematan, kami berangkat pagi hari. Jam 4 pagi, bro! Jadi, jam setengah 3 aku harus sudah bangun karena aku yang akan dijemput pertama kali. Aku dijemput jam 3.30. Butuh waktu sejam untuk siap-siap. Ya merebus air buat mandi, dan sedikit siap-siap. Eee...ternyata jam tiga lebih sedikit sudah selesai, jadilah aku telpon sopir rental. Ternyata bro, dia dikasih tahu sama juragannya, kalau dia disuruh jemput aku jam 4 pagi! Ampun, padahal jam 4 pagi, rencana sudah keluar dari Surabaya. Padahal, setelah aku harus jemput Gandha, Udin, dan Redhi di tiga tempat yang berbeda. Dan, nyamperin Dhika di Sepanjang.

Setelah kesana kemari jemput orang, akhirnya cabut juga dari Surabaya. Jam 4.30. Perjalanan dilanjutkan ke Barat. Meskipun bangun jam setengah tiga pagi, tetap saja tidak bisa tidur karena malam telah tidur dengan nyenyak.

Jam 6.30 masuk Nganjuk. Perut sudah minta diisi. Akhirnya memutuskan untuk makan gudheg di warung Gudheg Plus di timur alun-alun Nganjuk. Untung sudah buka. Lumayan gudhegnya. Enak karena tidak semanis di Yogja. Ayamnya kampung. Pakai telur. Untuk pertama kalinya, aku mencoba lagi kopi. Tapi kali ini aku campur dengan susu. KOPI SUSU. Nikmat sekali.

Perjalanan dilanjutkan ke Ponorogo. Makan siang kurang enak. Bukan masakannya tidak enak. Tapi, tidak ada yang special dengan menu-menu di rumah makan diJl. Diponegoro itu. Sudah gitu, restonya ber AC. Tapi, semua orang masih pada ngrokok semua. Bikin bete saja. Tapi, mana bagaimana lagi.

Selesai mengambil foto profile bupati, kita cabut dari kabupaten Reog ini. Kita menginap di Madiun saja. Malamnya, kuliner berlanjut. Kali ini soto obor di Maospati sekalian ke rumah Redhi, mengantar mie.

Soto obor itu sebenarnya juga soto ayam. Tidak tahu kenapa dinamakan obor. Mungkin dulu karena jualannya pakai obor karena belum ada lampu. Di soto ini, ayam tidak digoreng atau dipanggang seperti pada umumnya soto di Jawa.Tetapi dikukus atau lebih kerennya diungkep. Ayam dikasih bumbu dulu. Tapi sangat minim, garam sama bawang putih. Daging lalu dipotong-potong dan ditusuk seperti sate, dan disebut hanya dengan istilah tusuk.

Kuah soto ini bening. Yang membuat beda, soto ini diberi kacang goreng untuk memberi rasa enak dan gurih.

Setelah makan soto obor, ke rumah Redhi. Guess what I got there, kerupuk matahari! Makanan itu sebenarnya bukan murni kerupuk buat makan. Terbuat dari tepung terigu, santan, telur dan gula. Diaduk encer. Minyak dipanaskan di wajan. Lalu cetakan tembaga berbentuk bunga dimasukkan ke dalam adonan. Lalu digoreng ke wajan yang telah mendidih. Kerupuk matahari itu, biasanya ada di pesta pernikahan, dan jajan saat lebaran. Akhirnya...aku makan dengan puas.

Kuliner tidak berhenti sampai disitu. Setelah kerupuk matahari, dilanjutkan makan cemoe. Minuman ini sejenis ronde. Bedanya, ada santannya, roti, dan tidak ada jahenya. Perut rasanya mau meledak. Saking kenyangnya, tidur bingung ambil posisi apa.

Paginya, sarapan pecel Yu Gembrot. Pernah sih makan disana, tahun yang lalu. Kurang menggigit rasanya. Kurang pedas dan kurang mantep jeruk purutnya. Tapi, lumayanlah. Nasinya pulen. Katanya, ini pecel the best di Madiun. Tapi, mungkin saja nasi pecel terenak justru ada di rumah-rumah penduduk, dan di desa-desa.

Perjalanan Madiun-Bojonegoro lewat Ngawi (Padangan). Jalannya bergelombang. Karena daerah Bojonegoro memiliki tanah gerak. Bisa dibayangkan. Dengan Avanza yang dpacu dengan kecepatan tinggi, aku yang duduk di bangku belakang serasa menjadi belalang dalam toples. Persis kayak filosofis Fadel Muhammad.

Karena tiba di Bojonegoro masih terlalu pagi. Kami putuskan untuk ngopi di depan Pengadilan Agama Bojonegoro. Sebuah warung yang hanya menyediakan kopi. Lain tidak ada. Bahkan hanya untuk pisang goreng. Tapi, kopinya ciamik. Enak sekali. Apalagi secangkir hanya Rp. 1.000,00. Disajikan dengan cangkir made in China jaman dulu yang sudah tidak ada di pasaran.

Siangnya, makan siang di rumah dinas bupati. Menunya, sayur asam, sambel, tempe goreng, lele, perkedel jagung, ikan mujaer, dan sebagainya. Baru setelah foto, kita diajak Kang Yoto ke gethuk di Kecamatan Trucuk di warung Mak Yah. Kata Kang Yoto, itu gethuk terenak di dunia. Gethuknya memang beda. Kalau di banyak tempat gethuk cenderung manis, di Mak Yah ini tidak manis. Gurih pakai garam. Apalagi dipadukan sama ketan dan serabi. Nah, serabinya ini yang enak. Yang TOP lagi di Ma Yah adalah tempe gorengnya. Dan, ketika disana, aku melihat orang makan nasi kare. Bumbunya itu looo...kayaknya mantep banget. Santennya tampak mlekoh! Ingin sekali makan, tapi sudah sangat kenyang.

Akhirnya kembali ke Surabaya dengan perut kenyang sekali...