Thursday, 30 July 2009

Nissa Citta, Temanku

Kemarin sore, menerima SMS dari teman baikku, Nissa Citta. I am sign off from Cikini. Mengartikan, dia tidak lagi tinggal di Cikini. Selama empat tahun belakangan ini, dia memang tinggal di Cikini. Pertama di gang tujuh. Lalu pindah di gang delapan. Kos gang tujuh, aku pernah kesana, tidur di kamarnya yang super sempit, ditemani musik oldies dari anak ibu kos dia yang sangat desperate. Lelaki yang ditinggal minggat istri dan anaknya.

Kos gang delapan, agak lumayan. Punya orang asli Betawi. Halamannya masih sangat luas. Di depan rumah ada pohon mangganya. Dulu, Nissa satu kamar dengan Lusi, fotografer Antara. Teman sejak dari UI Depok. Kos baru ini, lebih dekat dengan TIM.

Karena Nissa tinggal di Cikini, aku semakin sering mampir ke dia kalau pas ke Jakarta. Dekat dengan TIM. Bagiku, TIM adalah sebuah oase di gurun bernama Jakarta. Ketika di TIM, kadang ketemu teman dari Surabaya. Ya para seniman. Ya penulis buku. Ya wartawan. Ya editor buku. Secara kebetulan. Atau barangkali, orang-orang ini sama juga dengan aku, sedang mencari sebuah oase?

Di TIM ini, Nissa mengenalkan aku pada satu-satunya temannya, Mas Min, pemilik warung Nikmat asal Karanganyar. Mas Min dan aku, akhirnya juga berteman. Disana juga, sempat kenalan dengan mahasiswa IKJ yang pernah melakukan affair dengan seorang pembuat movie Tiga Hari untuk Selamanya.

Nissa dan aku, bertemu satu dekade yang lalu. Di Surabaya. FISIP. Retorika. Kami berteman, biasa saja. Sampai akhirnya, dia diterima di UI. Komunikasi. Lalu, dia pindah ke Jakarta Raya. Setelah itu, hubungan kami hanya lewat surat dan kartu pos. Woaaa... sebuah hubungan seperti di masa lalu. Dengan surat, meskipun sudah ada internet. Tapi, menurut kita cara itu lebih mudah dan gampang. Kita bisa menulis kapan saja, tanpa listrik sekalipun. Rekor suratku, 22 halaman!

Ketika dia di UI, aku pernah sekali ke kos dia. Yang di Jalan Margonda. Waktu itu, dia kos di Rumah Makan Ummi. Kos-nya pinggir jalan. Kalau malam, laju truk dan kendaraan besar cukup membuat orang tidak bisa tidur. Dan, ampun ranjangnya mantap, seakan kasur mau meluncur. Kepala sama kaki tinggi kepalanya!

Setelah itu, dia pindah lagi beberapa kali. Sampai akhirnya, di belakang TIM itu. Pindah dari Cikini, bagi dia adalah hal yang sangat memberatkan. Yeah, lingkungna Cikini yang lumayan menyenangkan. Gedung-gedung tua. Coffee Shop. Trotoar yang lumayan lebih lebar. Dekat Gambir. Dan, sebagainya. Aku yakin, dia pasti sangat berat meninggalkan Cikini. Dia juga akan kehilangan TIM, dan orang-orang yang di dalamnya telah dia kenal.

Nissa Citta temanku yang berbakat tapi kadang desperte, akhirnya pindah ke Sumur Batu. Semoga kau memiliki hidup yang lebih baik di Sumur Batu.

No comments: