Rabu dan Kamis kemarin, ke lapangan lagi. Kali ini, giliran Ponorogo dan Bojonegoro jadi tujua perjalanan. Waktunya pengambilan profil bupati Ponorogo dan Bojonegoro.
Untuk penghematan, kami berangkat pagi hari. Jam 4 pagi, bro! Jadi, jam setengah 3 aku harus sudah bangun karena aku yang akan dijemput pertama kali. Aku dijemput jam 3.30. Butuh waktu sejam untuk siap-siap. Ya merebus air buat mandi, dan sedikit siap-siap. Eee...ternyata jam tiga lebih sedikit sudah selesai, jadilah aku telpon sopir rental. Ternyata bro, dia dikasih tahu sama juragannya, kalau dia disuruh jemput aku jam 4 pagi! Ampun, padahal jam 4 pagi, rencana sudah keluar dari Surabaya. Padahal, setelah aku harus jemput Gandha, Udin, dan Redhi di tiga tempat yang berbeda. Dan, nyamperin Dhika di Sepanjang.
Setelah kesana kemari jemput orang, akhirnya cabut juga dari Surabaya. Jam 4.30. Perjalanan dilanjutkan ke Barat. Meskipun bangun jam setengah tiga pagi, tetap saja tidak bisa tidur karena malam telah tidur dengan nyenyak.
Jam 6.30 masuk Nganjuk. Perut sudah minta diisi. Akhirnya memutuskan untuk makan gudheg di warung Gudheg Plus di timur alun-alun Nganjuk. Untung sudah buka. Lumayan gudhegnya. Enak karena tidak semanis di Yogja. Ayamnya kampung. Pakai telur. Untuk pertama kalinya, aku mencoba lagi kopi. Tapi kali ini aku campur dengan susu. KOPI SUSU. Nikmat sekali.
Perjalanan dilanjutkan ke Ponorogo. Makan siang kurang enak. Bukan masakannya tidak enak. Tapi, tidak ada yang special dengan menu-menu di rumah makan diJl. Diponegoro itu. Sudah gitu, restonya ber AC. Tapi, semua orang masih pada ngrokok semua. Bikin bete saja. Tapi, mana bagaimana lagi.
Selesai mengambil foto profile bupati, kita cabut dari kabupaten Reog ini. Kita menginap di Madiun saja. Malamnya, kuliner berlanjut. Kali ini soto obor di Maospati sekalian ke rumah Redhi, mengantar mie.
Soto obor itu sebenarnya juga soto ayam. Tidak tahu kenapa dinamakan obor. Mungkin dulu karena jualannya pakai obor karena belum ada lampu. Di soto ini, ayam tidak digoreng atau dipanggang seperti pada umumnya soto di Jawa.Tetapi dikukus atau lebih kerennya diungkep. Ayam dikasih bumbu dulu. Tapi sangat minim, garam sama bawang putih. Daging lalu dipotong-potong dan ditusuk seperti sate, dan disebut hanya dengan istilah tusuk.
Kuah soto ini bening. Yang membuat beda, soto ini diberi kacang goreng untuk memberi rasa enak dan gurih.
Setelah makan soto obor, ke rumah Redhi. Guess what I got there, kerupuk matahari! Makanan itu sebenarnya bukan murni kerupuk buat makan. Terbuat dari tepung terigu, santan, telur dan gula. Diaduk encer. Minyak dipanaskan di wajan. Lalu cetakan tembaga berbentuk bunga dimasukkan ke dalam adonan. Lalu digoreng ke wajan yang telah mendidih. Kerupuk matahari itu, biasanya ada di pesta pernikahan, dan jajan saat lebaran. Akhirnya...aku makan dengan puas.
Kuliner tidak berhenti sampai disitu. Setelah kerupuk matahari, dilanjutkan makan cemoe. Minuman ini sejenis ronde. Bedanya, ada santannya, roti, dan tidak ada jahenya. Perut rasanya mau meledak. Saking kenyangnya, tidur bingung ambil posisi apa.
Paginya, sarapan pecel Yu Gembrot. Pernah sih makan disana, tahun yang lalu. Kurang menggigit rasanya. Kurang pedas dan kurang mantep jeruk purutnya. Tapi, lumayanlah. Nasinya pulen. Katanya, ini pecel the best di Madiun. Tapi, mungkin saja nasi pecel terenak justru ada di rumah-rumah penduduk, dan di desa-desa.
Perjalanan Madiun-Bojonegoro lewat Ngawi (Padangan). Jalannya bergelombang. Karena daerah Bojonegoro memiliki tanah gerak. Bisa dibayangkan. Dengan Avanza yang dpacu dengan kecepatan tinggi, aku yang duduk di bangku belakang serasa menjadi belalang dalam toples. Persis kayak filosofis Fadel Muhammad.
Karena tiba di Bojonegoro masih terlalu pagi. Kami putuskan untuk ngopi di depan Pengadilan Agama Bojonegoro. Sebuah warung yang hanya menyediakan kopi. Lain tidak ada. Bahkan hanya untuk pisang goreng. Tapi, kopinya ciamik. Enak sekali. Apalagi secangkir hanya Rp. 1.000,00. Disajikan dengan cangkir made in China jaman dulu yang sudah tidak ada di pasaran.
Siangnya, makan siang di rumah dinas bupati. Menunya, sayur asam, sambel, tempe goreng, lele, perkedel jagung, ikan mujaer, dan sebagainya. Baru setelah foto, kita diajak Kang Yoto ke gethuk di Kecamatan Trucuk di warung Mak Yah. Kata Kang Yoto, itu gethuk terenak di dunia. Gethuknya memang beda. Kalau di banyak tempat gethuk cenderung manis, di Mak Yah ini tidak manis. Gurih pakai garam. Apalagi dipadukan sama ketan dan serabi. Nah, serabinya ini yang enak. Yang TOP lagi di Ma Yah adalah tempe gorengnya. Dan, ketika disana, aku melihat orang makan nasi kare. Bumbunya itu looo...kayaknya mantep banget. Santennya tampak mlekoh! Ingin sekali makan, tapi sudah sangat kenyang.
Akhirnya kembali ke Surabaya dengan perut kenyang sekali...
Friday, 3 July 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment