Saya juga semakin sadar, kayanya budaya kita. Adat istiadat. Buku geografi jaman dulu memang benar. Kita ini negara yang juga kaya budaya. Tak hanya itu, alam gastronomi kita sungguh-sungguh kaya. Masakan-masakan dari hasil laut yang segar, sampai dengan masakan-masakan berkuah santan nan greasy dan mlekoh. Juga kopi, yang kualitasnya tidak ada duanya. Kopi Indonesia selalu mantap. Tidak light atau ampang seperti kopi Siam dan Vietnam. Apalagi kopi ala Starbucks.
Semakin saya jauh ke dalam, saya semakin cinta dengan negeri saya ini. Dan, ketika tiba-tiba banyak kebudayaan kita di klaim negeri sebelah, saya jadi bertanya, ini salah siapa sebenarnya? Sedikit banyak, kita sendiri juga ikut berkontribusi.
Pasalnya apa? Ah, banyaklah... Dulu, ketika saya suka baca catatan Umar Kayyam tentang kedutaan-kedutaan Thailand di luar negeri berjualan durian. Mereka promosi potensi negara mereka. Sedangkan, orang deplu kita tidak melakukan hal serupa untuk promote potensi kita.
Ketika Malaysia pasang iklan pariwisata besar-besaran lewat banyak tipi -termasuk tipi nasional kita- pemerintah kita juga sepertinya kurang bisa menandingi upaya negeri tetangga itu. Di Surabaya saja, banyak saya temui poster besar-besar negeri jiran itu. Untuk datang dan berbelanja di sana. Sementara itu, tak juga saya temui banner dan poster Visit Indonesia 2009. Iklan di tipi juga begitu. Yang ada malah iklan branding Jakarta. You can do everything in Jakarta itu. Lalu, apa kerjanya Departemen Pariwisata dan Deplu? Adanya kasus klaim oleh negara sebelah juga direspon dengan lambat.
Saya sempat chatting juga dengan seorang teman yang tinggal di Jerman, tentang keindahan negeri kita -dia juga seorang traveler- dan betapa biasanya objek-objek wisata di luar negeri yang katanya terkenal itu. Bahkan menara Pisa pun hanya menarik karena dia doyong. Lainnya tidak. Kata dia, itu memang karena bule-bule itu pintar bikin promosi dengan brosur-brosur bagus. Soal potensi, masih kalah bagus dengan Indonesia. Memang benar, kalau negara-negara di luar sana memiliki kelebihan. Seperti sistem transportasi dan tata ruang yang jauh lebih bagus dari milik kita. Tapi, kita juga harus sadar, kalau kita memang kekurangan kemampuan untuk marketing dan branding.
Kalau sempat terdampar di Wakatobi atau pulau kecil-kecil lainnya di Indonesia, Anda akan menjumpai bahwa sangat sedikit sekali turis Indonesia. Rata-rata memang bule. Saya sering heran kenapa. Tapi, seharusnya saya tidak perlu heran, karena orang Indonesia rata-rata kurang senang liburan yang adventurous. Senangnya, liburan dan belanja. Nah, daripada uang untuk membeli tiket ke Indonesia Timur yang relatif mahal dibandingkan ke Singapore atau Malaysia dan menjalani liburan dengan fasilitas seadanya dan tidak pasti, lebih baik, membuang uang ke Singapore atau Hongkong. Jadi, sebenarnya sangat wajar, kalau kemudian banyak pulau-pulau kita dibeli oleh asing, karena kita tidak suka pergi ke pulau-pulau itu.
*moral of the story: saya harus bisa renang dan diving tahun ini*
No comments:
Post a Comment