Saya takut ketinggian. Saya tidak tahu, kapan ketakutan itu mulai bercokol dalam diri saya. Misalnya saja, saya butuh waktu beberapa lama untuk naik ke eskalator. Terutama yang memiliki kecuraman tinggi.
Ketika di Washington DC tahun lalu, saya mengalami satu ketakutan yang sangat hebat dengan eskalator stasiun Metro Dupont Circle. Menggunakan subway merupakan satu alternatif tercepat untuk mencapai tempat kursus di Reagan Building di Pennsylvania Avenue. Tapi, begitu aku sampai pada eskalator masuk stasiun, jantung saya mau copot. Tinggi sekali eskaltornya, dengan kecuraman sekitar 45 derajat. Belum lagi, di stasiunnya semacam masuk ke dalam sebuah terowongan. Hari itu, udara menunjukkan minus 8 derajat Celcius. Jadi, bisa dibayangkan ketika hawa dingin bercampur dengan ketakutan.
Saya takut sekali. Menggigil. Antara dingin dan ketakutan. Ingin saya mencari jalan lain. Belum lagi, suara eskalator yang berdecit-decit. Menunjukkan kalau eskalator itu usianya mungkin lebih tua dari aku. Ada bau sedikit gosong juga dari karetnya. Herannya, bule-bule itu justru berlarian turun dan naik.
Sesampainya di bawah, saya pucat luar biasa. Bahkan, untuk hanya membeli karcis (stippen kaart) saja tidak mampu. Energiku rasanya habis.
Ketika lunch break, saya ditanya Pak Dion.
"Kamu kenapa takut disana tadi? Apa yang membuatmu takut?"
"Tidak tahu Pak. Hanya takut saja."
"Kenapa harus takut, kalaupun kamu jatuh, di bawahmu masih ada orang. Mereka akan menangkapmu. Tidak, kamu tidak akan langsung jatuh ke bawah. Coba bayangkan, kalau kamu di laut. Kamu akan sendirian disana. Kamu harus mempertahankan dirimu sendiri" lanjut Pak Dion yang dulunya seorang pelaut. Dan, benar kata dia. "Besok, kamu bareng sama saya"
Beberapa hari berikutnya, saya ikut dengan Pak Dion. Berusaha untuk mengatasi ketakutan-ketakutan saya. Hari demi hari. Dan, I made it! Dalam dua hari terakhir di DC, saya berhasil melewati eskalator itu tanpa rasa takut sekalipun.
Mates, saya pikir, ketakutan itu wajar ada dalam diri manusia. Karena ketakutan itu pula, manusia dibedakan dirinya dengan makhluk lainnya. Sehingga, manusia berusaha dan belajar untuk mengatasi ketakutan-ketakutannya. Ketika kita masih memiliki ketakutan, kita menjadi orang yang tidak akan pernah maju. Senantiasa terkurung dalam dunia sempit yang bernama ketakutan.
Dan, saya adalah orang yang sedang belajar untuk mengatasi semua ketakutan.
Saturday, 1 August 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
benar. sepakat 100%.
Post a Comment